kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   0,00   0,00%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Kadin Sebut Proyek Hilirisasi Batubara Perlu Kepastian Offtaker


Selasa, 28 November 2023 / 17:29 WIB
Kadin Sebut Proyek Hilirisasi Batubara Perlu Kepastian Offtaker
ILUSTRASI. Kadin Indonesia menyatakan proyek hilirisasi batubara di Indonesia masih mengalami banyak kendala. KONTAN/Muradi


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan proyek hilirisasi batubara di Indonesia masih mengalami banyak kendala yakni tidak tercapainya keekonomian proyek akibat belum adanya kepastian offtaker atau pembeli produk akhir. 

“Kadin melihat kesiapan offtaker belum ada dalam hilirsasi batubara. Sebelumnya Pertamina diharapkan membeli produk Dymethil Ether (DME) dari proyek gasifikasi dengan Bukit Asam dan Air Products. Meski Pertamina menyatakan siap, ternyata belum ada offtake agreement antara ketiganya,” ujar Ketua Komite Tetap Minerba Kadin Indonesia, Arya Rizqi Darsono kepada Kontan.co.id, Selasa (28/11). 

Persoalan itu, lanjut Rizqi, membuat ketidakpastian bisnis menjadi tinggi. Hal ini yang menjadi salah satu penyebab Air Products hengkang dari proyek gasifikasi batubara bersama Bukit Asam beberapa waktu lalu. 

Saat ini, sejumlah penambang batubara mulai menggeser produk hilirisasi batubaranya menjadi amonia dan methanol. Dinilai, produk ini lebih jelas serapan pasarnya. 

Baca Juga: Permintaan Masih Terjaga, PTBA Geber Ekspor Batubara

Dalam catatan Kementerian ESDM, amonia dengan kandungan hidrogen yang tinggi dapat berperan penting untuk mendukung program pengurangan karbon khususnya di pembangkit listrik.

Meski sudah ada gambaran penyerapnya, Rizqi tetap menegaskan, salah satu hal terpenitng dalam pelaksanaan hilirisasi batubara ialah industrialisasinya, yakni kesiapan pasar menyerap produk tersebut. 

“Secara umum kami mendukung dan mentaati amanat UU No 3 Tahun 2020 tentang Minerba. Hanya saja diperlukan kesiapan pasar. Jangan sampai bicara hilirisasi atau industrialisasi, tapi tidak tahu siapa yang menyerap barangnya,” tegasnya. 

Direktur Eksekutif Asosiasi Penambang Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia menambahkan, perubahan rencana hilirisasi batubara yang sebelumnya DME menjadi amonia merupakan bentuk komitmen pengusaha untuk melaksanakan kewajibannya.

Meski hilirisasi batubara sempat mandeg dan sulit dilaksanakan karena partner bisnisnya mundur, pengusaha tetap berupaya mewujudkan proyek ini. 

“Hilirisasi konsepnya peningkatan nilai tambah batubara dalam konteks ini juga ada pengurangan emisi. Apapun nanti produk yang dikonversi baik itu menjadi DME, amonia, maupun metanol tentu harus ada nilai ekonomi dan peluang pasar,” ujarnya dihubungi terpisah. 

Saat ini, pengusaha batubara pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) hasil perpanjangan operasi Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B), masih mengeksplor lebih jauh peluang apa saja yang bisa dilakukan dalam menjalankan kewajiban hilirisasi. 

Melansir catatan Kontan.co.id, ada beberapa proyek hilirisasi batubara yang mulai terlihat perkembangannya, khususnya yang dijalankan Group Bakrie. 

PT Bumi Resources Tbk (BUMI) akan mengembangkan hilirisasi batubara untuk menghasilkan amonia. Target produksi kapasitas inii sebesar 600.000 ton batubara per tahun.

Baca Juga: Kemendag Catat Ekspor Indonesia Dalam Tren Penurunan

Kemudian, anak usaha BUMI yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC) yang akan mengolah batubara menjadi metanol di Bengalon, Kalimantan Timur. Direncanakan, fasilitas gasifikasi ini mampu mengolah 6,5 juta ton batubara menjadi 1,8 juta metanol per tahun.

Sementara itu, Arutmin disebut bakal menggarap proyek gasifikasi batubara menjadi metanol di  Pulau Laut, Kalimantan Selatan. Proyek ini juga direncanakan mampu menghasilkan 2,8 juta ton methanol per tahun dengan mengolah input batubara  kualitas GAR 3.700 kcal per kg sebanyak 6 juta ton per tahun.

Lainnya, Bukit Asam yang kini terus mengeksplorasi produk turunan batubara selain DME. Mereka melakukan kerja sama dengan berbagai pihak untuk mengkaji penerapan teknologi terbaik untuk melakukan hilirisasi. 

Lalu PT Indika Energy Tbk (INDY) melalui anak usahanya PT Kideco Jaya Agung dikabarkan akan mengembangkan skema hilirisasi Underground Coal Gasification (UCG). Pada 2020 lalu, pihaknya sudah melakukan sejumlah studi dan inisiatif awal, termasuk dengan meneken nota kesepahaman kerjasama strategis dengan PT Pertamina (Persero) dalam proyek hilirisasi batubara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×