kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Karpet merah pengembangan pembangkit nuklir dalam RUU EBT


Kamis, 17 September 2020 / 21:39 WIB
Karpet merah pengembangan pembangkit nuklir dalam RUU EBT
ILUSTRASI. A general view shows the nuclear power plant Leibstadt near the town of Leibstadt, Switzerland March 8, 2019. REUTERS/Arnd Wiegmann


Reporter: Pratama Guitarra | Editor: Pratama Guitarra

Bukan hanya itu, ketentuan tersebut juga melanggar UU No. 10 tahun 1997 Tentang Ketenaganukliran yang membuka peluang untuk BUMN, Swasta dan Koperasi dapat membangun PLTN. 

Dengan adanya ketentuan Pasal 7 Ayat 3 diasumsukan bahwa pembangunan PLTN akan dibiayai oleh APBN melalui BUMN Khusus tersebut, yang sampai saat ini rasanya tidak realistis karena tidak adanya kejelasan anggaran untuk pembangunan PLTN dalam APBN.  "Serta akan menutup investasi yang akan masuk untuk bidang ketenaganukliran yang mana pada banyak sektor lainnya perihal investasi sedang digencarkan untuk dibuka seluas-luasnya oleh Pemerintah," terangnya.

Permasalahan selanjutnya adalah dalam Pasal 7 ayat (5) RUU EBT yang mengatur bahwa Pembangunan PLTN ditetapkan oleh Pemerintah Pusat setelah mendapatkan persetujuan DPR. 

Baca Juga: Uni Emirat Arab (UEA) operasikan reaktor pertama dari PLTN Barakah

Hal ini bertentangan dengan ketentuan dalam UU Ketenaganukliran Pasal 13 ayat (4) yang mengatur bahwa pembangunan reaktor nuklir komersial yang berupa PLTN ditetapkan oleh Pemerintah setelah berkonsultasi dengan DPR. 

Diksi persetujuan dalam RUU EBT tersebut bertentangan dengan diksi berkonsultasi dalam UU Ketenaganukliran yang telah berlaku. Apabila nantinya dalam hal pembangunan PLTN Pemerintah harus mendapatkan persetujuan DPR sebagaimana yang dituliskan dalam RUU EBT, dikuatirkan akan mudah dipolitisasinya pembangunan PLTN ini, yang akan berujung kepada voting di DPR. 

Selanjutnya, Pasal 9 RUU EBT bicara tentang galian nuklir yang rasanya tidak relevan masuk dalam UU EBT yang tidak hubungan dengan energi tetapi pertambangan. Perihal galian nuklir sudah dibahas dalam Pasal 9 UU Ketenaganukliran.   

Kemudian Pasal 12 ayat (1) RUU EBT juga memunculkan permasalahan di mana untuk menjamin terselenggaranya keselamatan ketenaganukliran nasional, Pemerintah membentuk Majelis Pertimbangan Daya Nuklir yang mana kewenangan tersebut merupakan kewenangan dari Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) yang sudah terbentuk berdasarkan UU No 10 /1997 yang memiliki tugas dan tanggung jawab serta kompetensi dalam memastikan keselamatan di bidang ketenaganukliran.  

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×