kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kebijakan B30 jadi tak jelas, sebab pemerintah malah ingin kendaraan berlistrik


Kamis, 08 Agustus 2019 / 19:39 WIB
Kebijakan B30 jadi tak jelas, sebab pemerintah malah ingin kendaraan berlistrik


Reporter: Kenia Intan | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Peraturan Presiden (Perpres) mengenai kendaraan listrik sudah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Senin (5/8). Perpres ini diharapkan bisa mendorong industri otomotif untuk membangun industri mobil listrik di Indonesia.

Berdasar informasi yag dihimpun Kontan.co.id, Jokowi mengakui diperlukan waktu yang panjang untuk membangun industi mobil listrik, bisa lebih dari tiga tahun. 

Baca Juga: Proyeksi Ekspor CPO 2019 Turun, Pengusaha Berharap dari China premium

Pendapat serupa juga disampaikan oleh Agus Purwadi, Kepala Program Kendaraan Elektrik Indonesia dari Institut Teknologi Bandung (ITB). Menurutnya, industri otomotif tidak bisa langsung melakukan transisi ke kendaraan listrik secara masal, sebab masih banyak yang perlu dipersiapkan, salah satunya infrastruktur.  

Masa transisi yang tidak sebentar menurut Agus bisa memperburuk defisit BBM yang saat ini sudah lebih dari 42%. Jika hanya mengandalkan satu teknologi kendaraan listrik saja tanpa melihat adanya alternatif bahan bakar lain seperti biodiesel, maka akan sulit untuk menekan defisit BBM.

Sementara konsumsi BBM transportasi darat juga terus meningkat sebesar 5% per tahun. Oleh karenanya, upaya pemerintah menerapkan campuran bahan bakar solar dengan campuran minyak CPO sebesar 30% atau B30 diperlukan. Rencananya B30 akan berlangsung 2020 mendatang. Sejauh ini yang masih berjalan adalah B20. 

Asal tahu saja, B20 dan B30 merupakan kebijakan pemerintah untuk mengurangi impor BBM dengan mencampurkan bahan bakar solar dengan CPO. 

"Pemerintah mereduksi BBM itu dengan dua cara, dengan transfer ke listrik dan juga transfer menggunakan biodiesel yang mungkinkan," kata Agus ketika dihubungi Kontan.co.id, Kamis (8/8). 

Baca Juga: Gaikindo desak pemerintah berikan insentif agar mobil listrik dapat bersaing

Adapun di Indonesia, biodiesel dari sawit dianggap paling sesuai karena sumbernya yang besar. Sekadar informasi, berdasar data dari Gapkindo penyerapan sawit untuk biodiesel di semester I-2019 naik signifikan 144% year on year (yoy). Penyerapan biodiesel ini menunjukkan program B20 berjalan dengan baik di PSO dan non PSO.

Asal tahu saja, penggunaan B20 B30 diprediksi bisa menekan penggunaan BBM hingga 30%. Sementara, untuk kendaraan listrik, menurunkan penggunaan BBM hingga 50% untuk jenis Hybrid, 70% untuk jenis Plug-in hybrid. Selain itu, jenis Electric Vehicel (EV) (Battery EV dan Fuel Cell EV) yang sama sekali tidak menggunakan BBM. 

Konsekuensinya, kata Agus, pemerintah harus menyiapkan refinery untuk biodiesel yang menggunakan CPO. Di sisi lalin, infrastruktur perlu segera diselesaikan untuk kendaraan berenergi listrik. 

Asal tahu saja, kebijakan pemerintah terkait kendaraan listrik ini nantinya meliputi revisi Aturan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) yang mengenakan pajak berdasarkan besaran emisi CO2 yang dihasilkan oleh kendaraan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×