kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 15.864   16,00   0,10%
  • IDX 7.320   124,54   1,73%
  • KOMPAS100 1.126   21,12   1,91%
  • LQ45 897   19,53   2,23%
  • ISSI 223   2,43   1,10%
  • IDX30 459   10,24   2,28%
  • IDXHIDIV20 553   12,92   2,39%
  • IDX80 129   2,21   1,74%
  • IDXV30 137   2,42   1,80%
  • IDXQ30 153   3,47   2,33%

Kebijakan EUDR Tidak Melibatkan Negara-Negara Produsen Sawit


Senin, 11 Desember 2023 / 23:26 WIB
Kebijakan EUDR Tidak Melibatkan Negara-Negara Produsen Sawit
ILUSTRASI. Truk bermuatan kelapa sawit menuju pabrik Permata Bunda di Pematang Panggang, Mesuji, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, Senin (17/7/2023). US Department of Agriculture (USDA) memprediksi produksi minyak sawit Indonesia pada 2023-2024 mencapai 46 juta metrik ton atau naik 3 persen dari periode 2022-2023 yakni sebesar 44,7 juta metrik ton jika tidak ada perubahan cuaca yang ekstrem. ANTARA FOTO/Budi Candra Setya/nym.


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia terkenal sebagai produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia lantaran luasnya area penanaman kelapa sawit setiap tahunnya. Namun saat ini, produksi minyak sawit yang tidak berkelanjutan tengah menjadi perhatian dunia.

Salah satunya terkait keputusan Uni Eropa (UE) yang memberlakukan Undang-Undang Antideforestasi (European Union Deforestation Regulation/EUDR).

Dalam diskusi kelompok terpumpun (focus group discussion/FGD) yang diselenggarakan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), perwakilan divisi Amerop Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia Emilia H Elisa mengatakan kebijakan EUDR sebagai keputusan internal Uni Eropa tanpa melibatkan secara formal negara-negara produsen, termasuk Indonesia.  

Baca Juga: Menilik Implementasi EUDR dan Dampak ke Industri Sawit Indonesia

Oleh karena itu, sikap dan posisi pemerintah Indonesia terhadap kebijakan deforestasi Uni Eropa tersebut “Not comply.”

Emilia mengatakan pemberlakuan kebijakan EUDR berdampak multidimensi, terutama terhadap petani kecil yang berpeluag terisolasi dalam supply chain.

Merespon sikap pemerintah, Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) sebagai asosiasi pengusaha minyak sawit tegak lurus dengan sikap pemerintah.

“Gapki mengikuti posisi pemerintah, kalau pemerintah menolak, Gapki juga menolak” ungkap Ketua Bidang Perkebunan Gapki Azis Hidayat dalam keterangannya, Senin (11/12).

Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad, menghormati sikap dan posisi pemerintah. Menurutnya, keputusan tersebut merupakan hal yang lumrah dan menunjukkan sikap tegas pemerintah mengingat beragam gagasan atau proposal EU terhadap sawit Indonesia cenderung merugikan.

Tauhid menambahkan kebijakan EUDR dalam jangka panjang akan berdampak pada produk sawit yang diproduksi dari negara lain. Sedangkan dalam jangka pendek, pangsa pasar kelapa sawit  Indonesia di Eropa berkurang.

Meski Indonesia menolak aturan tersebut, pemerintah tetap harus melakukan percepatan untuk mengantisipasi ketentuan EUDR.

Baca Juga: Ini Isi Pertemuan Jokowi Dengan Perdana Menteri Norwegia di COP28 Dubai

Dengan sikap tegas pemerintah, Emilia menekankan pentingnya dukungan dari pimpinan untuk memperkuat kedudukan Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN-KSB).



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×