Reporter: Tendi Mahadi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan subsidi harga gas bumi tertentu (HGBT) dinilai akan meningkatkan daya saing industri nasional. Seperti yang diketahui, program gas murah melalui HGBT untuk tujuh sektor industri telah berakhir pada 31 Desember 2024. Sejauh ini, belum ada kepastian atas kelanjutan program tersebut.
Para pelaku usaha harus membayar Harga Gas Regasifikasi dari PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) sebesar US$ 16,67 per MMBTU dari 1 Januari sampai 31 Maret 2025.
“HGBT sangat membantu industri petrokimia nasional dalam meningkatkan daya saing. Jika aturan tersebut tidak diperpanjang pemerintah, industri akan terpuruk,” kata Direktur Kemitraan Dalam Negeri dan Internasional Asosiasi Industri Olefin Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas) Budi Susanto dalam keterangannya, Kamis (9/1).
Budi mengungkapkan, harga gas bumi di Indonesia masih tergolong mahal dibandingkan negara-negara Asia Tenggara lainnya.
Baca Juga: Rusia Merebut Lebih dari 4.000 Km Persegi WIlayah Ukraina Pada Tahun 2024
“Di Malaysia harga gas US$ 4,5 per MMBTU, Thailand sebesar US$ 5,5 per MMBTU, dan Vietnam mencapai US$ 6,39 per MMBTU. Kebijakan gas murah akan memberikan dampak positif bagi efisiensi biaya produksi. Sehingga industri petrokimia dapat fokus kepada perluasan kapasitas produksi atau investasi,” paparnya.
Lebih lanjut, keberlanjutan gas murah akan memberikan nilai tambah bagi perekonomian nasional. “Jika aturan HGBT tidak dilanjutkan berarti industri semakin terpuruk dan target untuk pertumbuhan ekonomi 8% yang dicanangkan pemerintah sulit tercapai,” ujar dia.
Sementara itu, Ketua Forum Industri Pengguna Gas Bumi (FIPGB) Yustinus Gunawan mengungkapkan, kebijakan harga gas yang sangat tinggi berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi nasional di tahun 2025.
“Kondisi ini seharusnya dikendalikan oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM dan berdasarkan rekomendasi Kementerian Perindustrian,” tuturnya.
Ketua Umum Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto menilai, diharapkan pemerintah segera memperpanjang kebijakan HGBT untuk industri keramik nasional pada Januari 2025, mengingat subsidi tersebut sangat vital bagi sektor ini.
Baca Juga: Indonesia Gabung BRICS, SKK Migas: Peluang Investasi dan Kerja Sama Teknologi
Edy menambahkan, pihaknya telah menerima harga terbaru dari gas regasifikasi yang naik 2,5 kali lipat dari ketetapan HGBT yakni sebesar US$ 16,77 AS per MMBTU. Harga tersebut terbilang tinggi dan merugikan industri keramik dalam negeri.
"Dengan kebijakan tersebut artinya ini merupakan harga gas termahal di kawasan Asia Tenggara," tegasnya.
Selanjutnya: Eliminasi Tuberkulosis, Medco Foundation Sudah Bantu 4.400 Pasien di Daerah Terpencil
Menarik Dibaca: Harga Bitcoin Anjlok, Robert Kiyosaki Lakukan Hal Ini
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News