Reporter: Fitri Nur Arifenie, Sandy Baskoro | Editor: Sandy Baskoro
JAKARTA. Tekad pemerintah untuk swasembada daging sapi sudah mantap. Itulah sebabnya, Kementerian Pertanian (Kemtan) tetap akan memangkas kuota impor secara bertahap hingga 2014.
Namun demikian, meski swasembada daging telah tercapai, Wakil Menteri Pertanian, Rusman Heriawan, menegaskan, Indonesia tak akan menutup impor daging sapi. Dengan catatan, porsi daging impor terhadap total kebutuhan semakin rendah. "Meski swasembada, bukan berarti tidak mengimpor," kata Rusman di Jakarta, Rabu (20/11).
Informasi yang diterima KONTAN, Kemtan akan mengusulkan porsi impor sapi dan daging sapi pada tahun depan setara 13%-14% total kebutuhan
dalam negeri. Sedangkan porsi impor pada 2014 kurang dari 10% total kebutuhan.
Demikian juga dengan alokasi impor daging sapi yang bakal terus menyusut. Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kemtan, Syukur Iwantoro menjelaskan, alokasi impor daging sapi pada tahun ini setara 17,5% total kebutuhan. Di 2011, impor hanya 35% dari total kebutuhan, dan impor 2010 setara 54%.
Meski alokasi impor terus menyusut, Rusman mengharapkan negara penyuplai daging sapi tidak resah. Sebagai contoh, saat ini pemerintah masih mempertahankan impor daging sapi asal Selandia Baru meski nantinya Indonesia sudah mampu memproduksi daging sendiri.
Yang pasti, Indonesia tak mengimpor sembarang daging. Pemerintah akan mendatangkan daging berkualitas tinggi yang tak mampu diproduksi peternak domestik. "Impor daging high quality akan ditujukan khusus untuk Industri Horeka (Hotel Restoran dan Katering) kelas mewah," ujar Rusman.
Soal pasokan saat ini, Rusman memastikan, stok daging sapi aman. Dia mengklaim, kenaikan harga dan menghilangnya daging dari pasaran merupakan ulah beberapa pihak agar pemerintah menambah impor sapi bakalan. "Saya tak menuduh, tapi persoalan kali ini bukan karena supply dan demand," tegas Rusman.
Rusman meyakinkan, lonjakan harga daging sapi bukan disebabkan pemangkasan kuota impor tetapi lebih pada persoalan infrastruktur logistik pengangkutan sapi dari sentra produksi ke daerah konsumen seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten. Kemtan juga telah memanggil seluruh stakeholder peternakan pada 15 November 2012.
Dalam jangka pendek, Kemtan akan mendatangkan 5.000 ekor sapi dari Nusa Tenggara Barat ke Jakarta. Namun, hal itu masih terkendala moda
transportasi. Indonesia memang tidak memiliki angkutan khusus ternak. Semangat peternak untuk menambah populasi tak diikuti kemampuan sistem logistik. Selama ini, kata Rusman, pengangkutan ternak hanya menggunakan kapal barang biasa, bahkan digabung dengan kapal
penumpang.
Berbeda dengan negara eksportir seperti Australia yang memiliki angkutan khusus ternak. Ketika ternak diangkut, meski jarak jauh, bobot sapi tak susut. "Bahkan tambah gemuk karena kapalnya didesain seperti kandang. Indonesia belum ada yang seperti itu," keluh Rusman.
Itulah sebabnya, dalam kebijakan jangka panjang, pemerintah akan membuat angkutan khusus ternak. Apalagi, konsumsi daging di Indonesia tidak merata. Masalah logistik menjadi sangat penting karena populasi ternak yang tersebar di berbagai daerah, seperti Sulawesi Selatan, NTB, NTT, dan Jawa Timur.
Sedangkan pengangkutan ternak di Jawa akan menggunakan kereta api khusus ternak dan saat ini sudah ada wacana untuk mengadakan gerbong khusus ternak. "Dalam jangka panjang, mungkin BUMN perhubungan bisa menyediakan kapal khusus ternak. Sudah direspons Menteri BUMN, PT PAL sedang mendesain," imbuh Rusman.
Selain itu, pemerintah mengakui, sistem komunikasi antara perusahaan penggemukan sapi (feedloter) dan pengelola Rumah Potong Hewan (RPH)
belum terbangun dengan baik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News