Reporter: Fitri Nur Arifenie, Handoyo, Sandy Baskoro | Editor: Sandy Baskoro
JAKARTA. Setelah empat hari mogok, sejak Kamis (15/11) hingga Minggu (18/11), seluruh pedagang daging sapi di wilayah Jabodetabek bakal kembali membuka lapak pada hari ini (19/11).
Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) memandang aksi mogok selama empat hari sudah cukup untuk menyuarakan aspirasi para pedagang. "Mulai Senin, kami berjualan seperti biasa," ungkap Asnawi, Ketua Dewan Pimpinan Pusat APDI kepada KONTAN, kemarin.
Selama empat hari menutup lapak, para pedagang daging tentu kehilangan potensi pendapatan secara signifikan. Asnawi menyebutkan, anggota APDI se-Jabodetabek berjumlah lebih dari 12.000 pedagang. Dengan asumsi laba usaha senilai Rp 200.000 per hari per orang, potensi kerugian para pedagang se-Jabodetabek selama empat hari mencapai Rp 9,6 miliar.
Hitungan potensi kerugian ini baru di Jabodetabek. Angka itu belum termasuk di sejumlah daerah. Aksi mogok juga berlangsung di beberapa daerah seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, Palembang, dan Lampung.
Para pedagang, menurut Asnawi, sudah memahami risiko yang bakal ditanggung, termasuk risiko kehilangan kesempatan meraih untung. Oleh karena itu, APDI ingin aksi mogok tersebut mendapat tanggapan konkret pemerintah. Para pedagang daging ingin pemerintah dapat mengendalikan lonjakan harga daging sapi yang tidak wajar.
Harga daging karkas, misalnya, belakangan ini melenting tinggi. Saat ini pedagang membeli daging sapi karkas di Rumah Potong Hewan (RPH) mencapai Rp 68.000 per kilogram (kg), naik 24% dibandingkan harga di awal tahun Rp 52.000 hingga Rp 55.000 per kg. "Kami ingin harga kembali ke kisaran Rp 52.000 per kg," ujar Asnawi.
Dengan harga kulakan setinggi itu, pedagang pun terpaksa menaikkan harga di tingkat konsumen hingga Rp 85.000 per kg hingga Rp 90.000 per kg. Padahal, harga di awal tahun cuma Rp 70.000 per kg.
Sarman Simanjorang, Ketua Komite Daging Sapi (KDS) DKI Jakarta Raya mengatakan, lonjakan harga daging sapi tidak dapat dihindari karena minimnya kuota impor daging sapi yang ditetapkan pemerintah.
KDS meminta pemerintah segera menambah kuota daging impor sebanyak 15.000 ton sampai Desember untuk kebutuhan Hotel, Restoran, Catering dan Cafe (Horeca). "Ini untuk menyambut Natal dan tahun baru," kata Sarman. Jika tak ada tambahan impor daging sapi, Sarman khawatir
harga daging sapi bisa tembus hingga Rp 125.000 per kg.
Soal desakan menambah keran impor, pemerintah tampaknya bergeming. Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Syukur
Iwantoro, menyatakan fokus Kementan saat ini adalah bersama-sama kementerian lain memperbaiki jalur distribusi dan transportasi sapi dan daging sapi. "Baik untuk jalur laut maupun darat," kata dia melalui pesan singkat, kemarin.
Menurut Syukur, sudah ada kesepakatan dengan asosiasi peternak di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta, untuk segera melepas sapi-sapi yang sudah siap potong ke pasar. Selain itu, dalam waktu dekat, peternak di Nusa Tenggara Barat juga siap memasok 5.000 ekor sapi ke Jabodetabek. Syukur mengklaim, stok sapi di feedloter di Jabodetabek masih 130.000 ekor.
Kelangkaan daging sapi tak berdampak ke penjualan daging ayam. Don P Utoyo, Ketua Federasi Masyarakat Perunggasan Indonesia, bilang menghilangnya daging sapi di pasaran tak berdampak langsung ke permintaan daging ayam. "Memang ada kenaikan tapi tak langsung, lagipula ini baru beberapa hari, belum bisa ada kesimpulan pasti," kata Utoyo.
Dia beralasan, daging sapi dan daging ayam punya penggemar dan segmen masing-masing. Meski harga daging sapi mahal, pembeli tak langsung pindah ke daging ayam. "Biasanya pelanggan mengganti dengan sosis dan bakso," ungkap Utoyo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News