Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto
Sementara itu, API juga memberikan dukungan terkait rencana eksplorasi dan pengeboran yang dilakukan oleh pemerintah alias government drilling. Hanya saja, sambung Priyandaru, pihaknya memberikan catatan bahwa pihak swasta harus tetap dilibatkan.
Hal itu dibutuhkan dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan teknis dan finansial pemerintah. Apalagi, Priyandaru mengatakan bahwa risiko eksplorasi dan pengeboran panas bumi cukup tinggi. Menurutnya, rasio pengeboran panas bumi berkisar di angka 50% untuk tingkat kesuksesannya.
"Duit pemerintah terbatas, sementara potensi panas bumi cukup besar. Jadi sebaiknya swasta dilibatkan untuk prospek yang diminati. Risikonya dibagi antara pemerintah dan swasta," terangnya.
Menurut Priyandaru, potensi panas bumi di Indonesia sangat besar, yakni sekitar 25,3 GWH. Sementara kapasitas terpasang saat ini masih mini dibanding potensi, yakni sekitar 2,2 GWH.
Tak banyak berubah di omnibus law
Asal tahu saja, dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja alias Omnibus Law juga ikut mengubah sejumlah pasal dalam UU Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi.
Hanya saja, menurut Direktur Panas Bumi Kementerian ESDM Ida Nuryatin Finahari, perubahan dalam omnibus law itu lebih menonjolkan jenis pemanfaatan langsung panas bumi.