Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah mengetatkan penegakan aturan di kawasan hutan dengan mengejar denda dari penambang dan pengusaha sawit yang melanggar kawasan hutan.
Kepmen ESDM 391/2025 menjadi landasan baru penegakan denda bagi aktivitas tambang di kawasan hutan. Pemerintah baru saja mengetok Keputusan Menteri ESDM Nomor 391.K/MB.01/MEM.B/2025 yang mengatur tarif denda administratif untuk komoditas nikel, bauksit, timah, dan batubara.
Regulasi ini menjadi turunan dari PP 45/2025 mengenai pengenaan sanksi administratif serta tata cara PNBP dari denda sektor kehutanan, dan dirumuskan berdasarkan kesepakatan Satgas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) serta Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus.
Besaran denda dalam beleid baru ini dipatok berbeda untuk tiap komoditas. Nikel menjadi yang tertinggi dengan nilai Rp 6,5 miliar per hektare (ha), diikuti bauksit Rp 1,7 miliar per ha, timah Rp 1,2 miliar per ha, dan batubara Rp 354 juta per ha. Pemerintah menilai skema ini diperlukan untuk memastikan penegakan hukum berjalan efektif dan proporsional sesuai nilai ekonomi komoditas.
Baca Juga: Gandeng Solarky dan Fortuna Ventura, Mobil Anak Bangsa Produksi Kendaraan Listrik
Seluruh penagihan denda akan dilakukan oleh Satgas PKH dan dicatat sebagai PNBP sektor energi dan sumber daya mineral. Regulasi yang ditandatangani pada 1 Desember 2025 tersebut berlaku sejak ditetapkan dan menjadi dasar bagi pemerintah dalam menindak tegas operasi tambang yang terbukti melanggar aturan di kawasan hutan.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan, kebijakan tersebut merupakan bentuk ketegasan pemerintah terhadap pelanggaran kaidah pertambangan, terutama bila aktivitas itu menimbulkan kerugian terhadap masyarakat dan lingkungan.
"Kalau seandainya kita mendapatkan dalam evaluasi mereka melanggar, tidak tertib, Maka tidak segan-segan kita akan melakukan tindakan sesuai dengan aturan yang berlaku. Saya yakinkan sekali lagi, untuk di pertambangan kalau ada yang menjalankan tidak sesuai dengan aturan dan standar pertambangan Saya tidak segan-segan untuk mencabut," ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (3/12/2025).
Dengan penerapan denda ini, pemerintah berharap dapat memperkuat penegakan hukum, meminimalkan kerugian negara, serta mencegah kerusakan lingkungan akibat penggunaan kawasan hutan tanpa izin.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Tri Winarno menjelaskan alasan perbedaan besaran denda administratif bagi kegiatan pertambangan yang melanggar aturan di kawasan hutan. Perhitungan denda didasarkan pada perbedaan potensi keuntungan masing-masing komoditas.
“Kayaknya gain, gain, gain, gain yang didapat, laba bersih yang didapat. Masing-masing kan beda-beda,” ujar Tri ditemui di kantor Kementerian ESDM, Rabu malam (10/12/2025).
Sementara itu, Executive Director Indonesian Mining Association (IMA), Hendra Sinadia mengaku baru mendengar aturan ini dari kabar media.
"Setahu saya, asosiasi/pelaku usaha tidak pernah dimintakan masukan mengenai formulasi penetapan besaran denda," ungkapnya kepada Kontan, Rabu (10/12).
Sementara itu, Direktur Eksekutif Pusat Studi Hukum Energi Pertambangan (Pushep) Bisman Bachtiar menilai, pertambangan di kawasan hutan memang tidak bisa dihindari karena memang lokasi tambang rata-rata di remote area yang berupa hutan. Aturan tersebut bisa menjadi upaya untuk membuat efek jera karena dengan denda yang sangat besar.
"Jadi perusahaan akan hati-hati dalam pemanfaatan kawasan hutan. Selain itu bisa menjadi insentif untuk patuh pada regulasi dan perlindungan lingkungan hidup. Juga bisa menjadi sarana penegakan hukum dan memperkuat pengawasan," ujarnya kepada Kontan, Rabu (10/12/2025).
Baca Juga: PLN Pastikan PLTU Labuhan Angin dan Pangkalan Susu Tidak Terdampak Banjir Sumut
Menurut Bisman, kebijakan ini bisa berdampak pengusahaan tambang akan lebih selektif dalam mengelola lokasinya juga akan berdampak baik bagi hutan dan lingkungan bahkan untuk penerimaan negara.
"Sebaliknya ini akan menambah beban dan cost bagi pelaku usaha, juga potensial menjadi hambatan dalam pelaksanaannya di lapangan," tandasnya.
Di sisi lain, Badan Kejuruan Teknik Pertambangan Persatuan Insinyur Indonesia (BK Tambang PII) menilai pemerintah perlu menjelaskan dasar perhitungan denda administratif bagi pelanggar kawasan hutan, terutama di sektor pertambangan minerba.
Ketua BK Tambang PII Rizal Kasli menyatakan pihaknya mendukung penuh langkah penertiban terhadap seluruh bentuk pembukaan kawasan hutan tanpa izin.
“Pemerintah harus melakukan penertiban tanpa pandang bulu, baik kepada perusahaan maupun masyarakat yang melakukan perambahan ilegal. Kegiatan ini merusak kawasan hutan yang harus dijaga,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (10/12/2025).
Namun, Rizal menyoroti perbedaan perlakuan yang signifikan antara pelanggaran di sektor perkebunan dan pertambangan. Ia mencontohkan, denda untuk perkebunan dipatok hanya Rp 25 juta per hektare. Sementara itu, denda bagi tambang nikel mencapai Rp 6,5 miliar per hektare, bauksit Rp 1,8 miliar, timah Rp 1,25 miliar, dan batubara Rp 350 juta per hektare.
Menurutnya, perbedaan mencolok ini memunculkan pertanyaan publik mengenai metodologi dan dasar hukum yang digunakan pemerintah. “Siapa ahli yang menghitung nilai kerugian negara tersebut? Ini perlu diklarifikasi,” katanya.
Rizal menyinggung kasus salah satu perusahaan nikel yang dijatuhi denda Rp 3,3 triliun akibat pelanggaran kawasan hutan. Nilai tersebut dinilai tidak masuk akal dan berpotensi mematikan operasional perusahaan.
“Tambang nikel seluas 1.000 hektare, dengan asumsi cadangan 17,5 juta ton dan harga jual US$ 35 per ton, setelah dikurangi biaya produksi, menghasilkan pendapatan kotor sekitar Rp 3 triliun dalam beberapa tahun. Jika dendanya Rp 3,3 triliun, perusahaan bisa langsung bangkrut,” paparnya.
Ia juga menyoroti keberlakuan aturan baru yang diterbitkan setelah penetapan denda tersebut. Perusahaan dikenai denda tanpa dasar hukum yang jelas, lalu baru sekarang dikeluarkan kepmen untuk mendukungnya.
Baca Juga: Ketimpangan Denda Pelanggaran Kawasan Hutan di Sektor Tambang dan Perkebunan
"Apakah ketentuan itu bisa berlaku surut? Ini harus dikaji lebih komprehensif oleh ahli hukum,” tegas Rizal.
Rizal mengingatkan, ketidakjelasan dasar perhitungan dan penerapan denda dapat menimbulkan kegamangan bagi investor.
“Kami khawatir hal ini berpengaruh terhadap kepastian hukum dan iklim investasi di sektor minerba,” tandasnya.
Sebelumnya, Satgas PKH telah menagih denda administratif senilai total Rp 38 triliun kepada 71 korporasi perkebunan sawit dan tambang yang dinilai melakukan pelanggaran di kawasan hutan.
Terdapat 71 perusahaan yang menjadi objek penagihan, terdiri dari 49 korporasi sawit dengan nilai denda Rp 9,42 triliun dan 22 korporasi tambang dengan nilai denda Rp 29,2 triliun. Tagihan ini merupakan hasil verifikasi penguasaan lahan dan kegiatan usaha yang dilakukan Satgas sepanjang 2025.
Juru Bicara Satgas PKH Barita Simanjuntak menyampaikan, hingga 8 Desember 2025, total kawasan hutan yang berhasil dikuasai kembali negara mencapai 3.771.467,31 hektare. Angka itu mendekati target penguasaan 4 juta ha yang ditetapkan untuk akhir tahun.
“Dalam dua minggu ke depan, akan terpenuhi sesuai target sejumlah 4 juta hektare yang akan dikuasai kembali oleh negara,” ujar Barita kepada awak media, dikutip Rabu (10/12).
Dari total penguasaan tersebut, Satgas telah menyerahkan 1.504.625,21 ha kepada Agrinas Palma Nusantara serta 81.793 ha kepada Kementerian Lingkungan Hidup untuk kawasan Taman Nasional Tesso Nilo. Masih tersisa 2.185.049,10 ha yang sedang dalam proses verifikasi, terdiri dari lahan sawit, taman nasional, hutan tanaman industri (HTI), serta kewajiban plasma.
Untuk sektor pertambangan, Satgas mengidentifikasi 198 titik tambang seluas 5.342,58 ha di Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, dan Maluku Utara. Hasil verifikasi lebih lanjut menemukan 115 perusahaan dengan penguasaan 13.295,65 ha di 12 provinsi serta 51 perusahaan yang telah masuk proses penguasaan kembali.
Tagihan Denda Sawit Rp 9,4 Triliun dan Tambang Rp 29,2 Triliun
Barita mengungkapkan, dari hasil perhitungan denda administratif yang dihitung auditor negara dan BPKP, terdapat 71 perusahaan yang menjadi objek penagihan. Terdiri dari 49 korporasi sawit dengan nilai denda Rp 9,42 triliun dan 22 korporasi tambang dengan nilai denda Rp 29,2 triliun.
Dari kelompok sawit, Satgas telah memanggil seluruh 49 korporasi. Sebanyak 33 perusahaan hadir dalam pertemuan, 15 perusahaan telah membayar denda senilai Rp 1,7 triliun, lima perusahaan menyatakan siap membayar, sementara sisanya mengajukan keberatan.
Ada tiga korporasi sawit yang tidak hadir dan belum menunjukkan itikad baik. Satgas menegaskan telah menyiapkan langkah hukum untuk memastikan pemenuhan kewajiban mereka.
Di sektor tambang, dari 22 perusahaan yang sudah dijadwalkan, 13 hadir. Baru satu perusahaan membayar denda sebesar Rp 500 miliar. Tiga perusahaan menyatakan siap membayar, sementara satu perusahaan mengajukan keberatan.
Satgas tetap membuka ruang dialog, namun Barita menegaskan proses penegakan hukum akan dijalankan bila perusahaan tidak kooperatif.
Terkumpul Rp 2,34 Triliun dari Sawit dan Tambang
Satgas PKH melaporkan dana yang sudah masuk ke rekening escrow sebagai berikut di antaranya sektor sawit sudah masuk: Rp 1.761.579.500.000, siap bayar: Rp 83.386.250.000, total komitmen sawit Rp 1.844.965.750.000
Sementara itu untuk sektor tambang, sudah bayar Rp 500 miliar, siap bayar Rp 1.643.731.412.940, Tambahan komitmen: Rp 1.594.700.575.000, total komitmen tambang: Rp 3.738.431.987.940.
Barita meminta seluruh perusahaan kooperatif dan segera memenuhi kewajiban.
“Satgas PKH sebagai instrumen negara akan melakukan langkah-langkah hukum untuk memastikan dipatuhinya kewajiban terhadap negara, dan dengan itu langkah-langkah hukum tersebut sudah dipersiapkan untuk dilakukan, untuk memastikan kewajiban-kewajiban dan kepatuhan itu segera dilakukan,” tegasnya.
Ia menambahkan, penertiban kawasan hutan adalah perintah langsung Presiden Prabowo Subianto untuk memulihkan kedaulatan ekonomi negara dan memastikan tata kelola sumber daya alam kembali tertib.
Selanjutnya: Pakai Motor Angkut Sawit, PGN Salurkan Bantuan ke Desa Putus Akses di Aceh Tamiang
Menarik Dibaca: Peringatan Dini BMKG Cuaca Besok (11/12), Hujan Sangat Lebat di Provinsi Berikut
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













