Reporter: Agung Hidayat, Muhammad Julian | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Wabah virus corona (Covid-19) yang mengganggu pertumbuhan ekonomi dunia, turut berimabas ke pendapatan dan bisnis para taipan Tanah Air. Hingga April tahun ini, harta orang-orang kaya di Indonesia tergerus seiring melambannya bisnis dan industri di tingkat global.
Data yang dilansir Bloomberg hingga 24 April 2020, beberapa nama taipan Indonesia yang masuk daftar 500 orang kaya dunia, kekayaannya menyusut hingga dobel digit. Budi Hartono dan Michael Hartono, dua bersaudara yang merupakan orang terkaya di Indonesia juga harus mengalami penurunan tersebut.
Baca Juga: Ventilator laku keras, taipan Singapura tambah kaya dengan pendapatan Rp 15,6 T/bulan
Budi Hartono, orang kaya nomor satu di Indonesia dan urutan 116 dunia tercatat memiliki kekayaan US$ 11,2 miliar per 24 April 2020, berkurang US$ 5,88 miliar dari awal tahun atau year to date (ytd). Sementara Michael Hartono mencatatkan harta senilai US$ 10,7 miliar atau berkurang sekitar US$ 5,67 miliar ytd.
Pemilik Grup Djarum tersebut mengawali bisnisnya lewat perusahaan rokok, namun kini Djarum memperluas lini bisnisnya ke sektor properti, perbankan, elektronik, pulp dan kertas, perkebunan, telekonomunikasi hingga yang teranyar merambah industri digital melalui perusahaan modal ventura GDP Venture.
Grup Djarum juga memiliki bisnis properti dan perhotelan. Meskipun lini bisnis utama tak melantai di bursa, setidaknya terdapat dua perusahaan Grup Djarum yang menjadi emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI), yaitu PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR).
Penurunan nilai harta kekayaan juga dialami Prajogo Pangestu, orang terkaya ketiga di Indonesia. Menurut data Bloomberg sampai 24 April 2020, taipan ini tercatat memiliki harta US$ 6,49 miliar. Harta pemilik Barito Pacific ini merosot US$ 2,15 miliar ytd.
Prajogo memiliki usaha yang diawali dari perkayuan hingga merambah petrokimia. Selain itu taipan tersebut juga memiliki bisnis di sektor energi lewat Star Energy dan usaha properti lainnya. Adapun perusahaan yang listing di bursa yakni PT Barito Pacific Tbk (BRPT) dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA).
Agus Salim Pangestu, Direktur Utama BRPT ketika dihubungi Kontan.co.id, Jumat (24/4) mengatakan saat ini kondisi bisnis petrokimia masih cukup bagus meski belum sepenuhnya stabil. "Margin masih baik, tapi permintaan up & down," ujarnya.
Baca Juga: Selama pandemi, kekayaan orang tajir AS termasuk Bezos dan Musk naik hampir 10%
Miliarder Tan Siok Tjien, pemilik produsen rokok Gudang Garam, kekayaannya juga turun menjadi US$ 5,81 miliar atau susut US$ 2,01 miliar ytd. Selain PT Gudang Garam Tbk (GGRM) yang melantai di bursa, perusahaan ini diketahui memiliki beberapa anak usaha seperti PT Dhanista Surya Nusantara yang bergerak dibidang sawit dan PT Surya Pamenang yang menjalankan usaha kertas.
Kekayaan Prakash Lohia, pemilik grup usaha tekstil besar Indorama Group juga turun menjadi sebanyak US$ 4,76 miliar atau merosot US$ 671 juta ytd. Pada tahun 2019 lalu, pendapatan bersih PT Indo-Rama Synthetics Tbk (INDR) turun hingga 8% year on year (yoy) menjadi US$ 767,74 juta.
Baca Juga: Jeff Bezos ambil kembali kemudi Amazon di tengah pandemi virus corona
Hans Kwee, Direktur Anugerah Mega Investama mengatakan, grup-grup usaha besar tersebut memiliki berbagai lini usaha sehingga tak semua bisnisnya bakalan surut total di tahun ini. Untuk itu perlu melihat satu demi satu setiap sektor usahanya.
Menurutnya, untuk tiga bulan ke depan, setidaknya masih terdapat beberapa sektor yang imbasnya tidak turun terlalu tajam. "Bisa disebut bisnis yang low impact-nya seperti telekomunikasi bisa dilihat dengan tren pemakaian data. Lalu ada juga rokok yang konsumsinya masih terus ada," ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (24/4).
Begitu pula dengan sektor bisnis ritel dan makanan pokok, alat kesehatan, barang konsumsi dan pembangkit listrik yang diprediksi terkena imbas pandemi corona tak terlalu besar. Meski demikian, menurut Hans, untuk bertumbuh cukup sulit, paling tidak penurunan bisnis sektor ini masih di bawah 10%.
Sementara di medium impact dengan penurunan bisnis sekitar 10%-30% ada pada sektor usaha seperti komoditas pertambangan, perkebunan, otomotif dan multifinance. Sedangkan yang terberat, dengan prediksi penurunan bisnis diatas 30% jatuh kepada sektor usaha pariwisata, transportasi, properti dan konstruksi.
"Kasus low-medium-high impact ini dengan catatan studi per tiga bulan, kalau wabah corona terus bertahan lama tentu lebih banyak yang rontok," kata Hans.
Karena tak ada sektor bisnis yang benar-benar imun, Hans bilang, ekspansi besar maupun aksi korporasi tertentu belum akan menjadi prioritas pengusaha. Saat ini yang menjadi perhatian utama ialah bertahan dan menyelesaikan problem pandemi Covid-19 ini.
Baca Juga: Saat wabah corona, kekayaan Jeff Bezos malah bertambah Rp 376,8 triliun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News