kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45999,45   5,85   0.59%
  • EMAS1.199.000 0,50%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kembangkan produk herbal, Phapros (PEHA) siap jadi pemain utama Fitofarmaka


Selasa, 15 Oktober 2019 / 09:05 WIB
Kembangkan produk herbal, Phapros (PEHA) siap jadi pemain utama Fitofarmaka
ILUSTRASI. Obat produk pt Phapros tbk PEHA


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Phapros Tbk (PEHA) yang merupakan anak usaha dari PT Kimia Farma (Persero) terus berupaya menambah portofolio produknya guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Salah satunya melalui produk-produk herbal.

Menurut Barokah Sri Utami, Direktur Utama PT Phapros Tbk, produk herbal menjadi tren di tengah masyarakat. “Apalagi produk herbal dikenal dengan khasiatnya, yang tak kalah dengan obat-obatan kimia,” tuturnya dalam siaran persnya, Selasa (15/10).

Baca Juga: Pabrikan Obat Menghentikan Produksi Obat Ranitidin

Produk herbal yang dikembangkan oleh Phapros adalah produk herbal antikolesterol dan antidiabetes. Produk herbal ini dipilih karena mempunyai pangsa pasar yang cukup besar dan mampu tumbuh hingga 5% dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan.

“Kategorisasi produk herbal di Indonesia sendiri terbagi menjadi tiga, yakni jamu, obat herbal terstandar, dan yang tertinggi dan telah lulus uji klinis adalah fitofarmaka. Saat ini dua dari tujuh produk fitofarmaka di Indonesia dimiliki oleh Phapros yakni Tensigard dan X-Gra, dan kami berharap produk herbal kami yang lain ke depannya akan menambah jumlah fitofarmaka di Indonesia,” ujar perempuan yang akrab disapa Emmy ini.

Emmy melanjutkan, butuh waktu lama dan biaya yang tak sedikit bagi perusahaan farmasi untuk mengembangkan produk fitofarmaka.

Baca Juga: Uji ulang kandungan ranitidin setelah 30 tahun beredar, ini alasan BPOM

Pasalnya, penelitian fitofarmaka harus melewati penelitian yang panjang dan teruji secara klinis dari sisi keamanan dan khasiat, “Termasuk membandingkan khasiatnya dengan obat kimia agar diketahui profil terapinya yang tepat bagi pasien,” tuturnya.

Inilah alasannya jumlah produk fitofarmaka sangat sedikit di Indonesia, “Padahal fitofarmaka lebih unggul dari sisi keamanan dibanding obat kimia karena menggunakan bahan baku alam dan telah teruji secara empiris penggunaannya secara turun-temurun,” tambah Emmy.

Baca Juga: Phapros tarik peredaran obat yang mengandung ranitidin

Untuk mendorong percepatan pengembangan industri fitofarmaka di Indonesia, Emmy menilai dukungan pemerintah sudah sangat baik, terlebih saat ini sudah ada Formularium Obat Herbal dan pembentukan Satuan Tugas Nasional (Satgas) Percepatan Pengembangan dan Pemanfaatan Jamu dan Fitofarmaka yang diinisiasi BPOM RI yang terdiri dari lintas sektor terkait.

Pembentukan Satgas ini merupakan salah satu upaya perwujudan kebijakan hilirisasi untuk mendukung akses dan ketersediaan obat nasional dan pada saatnya akan berperan dalam Jaminan Kesehatan Nasional.

Baca Juga: Viral obat ranitidin, Phapros (PEHA) langsung recall

“Pemerintah melalui BPOM RI saat ini juga terus melakukan pendampingan penelitian, percepatan evaluasi dokumen penelitian, uji prakilnik dan klinik, workshop, bimbingan teknis, serta konsultasi dan advokasi sebagai upaya untuk mendorong pengembangan industri obat berbahan herbal termasuk di dalamnya ada jamu, obat herbal terstandar dan fitofarmaka,” tutup Emmy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Storytelling with Data (Data to Visual Story) Mastering Corporate Financial Planning & Analysis

[X]
×