Reporter: Maria Elga Ratri, Handoyo | Editor: Fitri Arifenie
JAKARTA. Tak ingin kecolongan dengan melambungnya harga komoditas pangan karena kekurangan stok di 2015, Kementrian Perdagangan (Kemdag) sudah bersiap. Antara lain menetapkan impor sejumlah komoditas pangan. Beberapa izin impor yang keluar adalah impor bawang merah, cabai, dan gula mentah.
Untuk bawang merah semisal, Kemdag memutuskan untuk mengimpor sebanyak 67.000 ton bawang merah untuk kebutuhan masyarakat di tahun depan. Adapun impor cabai sebanyak 30 ton dan gula mentah sebanyak 800.000 ton.
Meski belum memutuskan besaran impor sapi di tahun depan, Kemdag menghitung, akan mengimpor sapi hidup sebanyak 722.000 sampai 750.000 ekor atau setara dengan 130.000 ton daging sapi.
Jumlah tersebut naik 50,69% sampai 56,82% dibandingkan dengan kuota impor tahun ini. Di tahun ini, kuota impor sapi hidup yang dikeluarkan pemerintah 478.247 ekor.
Prioritas sapi bakalan
Bachrul Chairi, Dirjen Perdagangan Luar Negeri, Kemdag mengatakan, untuk impor sapi tahun depan, Kemdag akan memprioritaskan sapi bakalan ketimbang sapi siap potong. Presentasenya bisa mencapai 60%-40% atau 70%-30% dengan jenis sapi bakalan yang lebih besar.
Meski impor diberikan sepanjang tahun, Bachrul bilang, pelaksanan impor dilakukan seperti tahun-tahun sebelumnya yakni per kuartal. Tujuannya untuk mengantisipasi ketika harga daging sapi turun.
Sekadar mengingatkan, akhir tahun lalu, pemerintah mengubah kebijakan tata niaga impor sapi dengan menggunakan harga referensi.
Jika harga di pasar melebihi harga referensi, impor akan dibuka. Saat ini, harga referensi daging sapi sebesar Rp 76.000 per kilogram (kg) untuk jenis potongan sekunder (secondary cut). "Jadi ketika harga turun, kita minta impor supaya dihentikan," jelas Bachrul.
Teguh Boediyana, Ketua Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia (PPSKI) meminta pemerintah menghitung kebutuhan daging nasional agar bisa memperkirakan impor berdasarkan konsumsi dan stok sapi siap potong dalam negeri.
"Ada baiknya kebutuhan ini dihitung ulang. Kalaupun mau impor, yang penting peternak lokal terlindungi, jangan sampai ada distorsi," kata Teguh.
Thomas Sembiring, Direktur Eksekutif Asosasi Pengusaha Importir Daging Indonesia (Aspidi) mengatakan konsumsi daging sapi di tahun depan meningkat menjadi 2,23 kg per kapita per tahun. Di tahun ini, konsumsi daging sapi masih 2,1 kg per kapita per tahun.
Dengan perhitungan tersebut, kebutuhan daging pada tahun 2014 akan naik berkisar 7,89% menjadi 593.040 ton dari tahun ini. Namun, kebutuhan daging tersebut belum bisa dipenuhi oleh produksi lokal.
Meski ada kenaikan produksi daging sapi lokal, menurut Thomas masih ada kekurangan sekitar 58.280 ton yang harus dipenuhi dari impor.
Tahun ini, produksi daging lokal sebanyak 469.670. Pada tahun 2014, Thomas memproyeksikan produksi daging sapi lokal naik menjadi 534.760 ton.
Meski telah diberikan izin impor sapi dalam jumlah besar, harga daging sapi di dalam negeri sulit turun. Pasalnya, Indonesia terlalu bergantung dengan pasar Australia.
Pesaing utama Indonesia adalah China. "Kalau China meningkatkan pembelian dari Australia, harga daging akan naik. Namun, kalau China turun, harga juga bisa turun," kata Thomas.
Senada dengan Thomas, Bahcrul bilang untuk mendapatkan sapi impor dengan bobot hidup 350 kg cukup sulit di Australia. Sehingga para feedloter, meski sudah mengantongi izin impor masih harus bersaing ketat dengan para feedloter lainnya. Sebab, dalam setahun, Australia hanya mampu memproduksi 400.000 sampai 500.000 ekor sapi jenis ini setiap tahunnya.
Jika pasokan berkurang jelas ini akan berimbas kepada kenaikan harga.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News