kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kemendag: Impor sapi betina produktif tidak wajib


Jumat, 17 Januari 2014 / 15:27 WIB
Kemendag: Impor sapi betina produktif tidak wajib
ILUSTRASI. Dapatkan diskon dan aneka benefit lainnya dari transaksi produk digital seperti pulsa dan tagihan di Shopee.


Reporter: Handoyo | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemendag) tidak mewajibkan atau hanya rekomendasikan perusahaan pengemukan sapi atau feedloter untuk melakukan importasi sapi betina produktif.

Seperti diketahui, untuk melakukan importasi sapi betina produktif tersebut para importir mengaku minim insentif.

Padahal, untuk mempercepat populasi sapi dalam negeri, Kemendag mengharapkan adanya impor sapi betina produktif sebanyak 25% atau lebih dari 185.000 ekor dari perhitungan perkiraan kebutuhan impor sapi hidup tahun 2014 sebanyak 750.000 ekor.

Bachrul Chairi Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag mengatakan, di Indonesia biaya untuk mengembang biakkan sapi betina produktif lebih mahal dibandingkan di Australia. "Cost untuk breeding di sana itu seperempat kalau breeding di sini," kata Bachrul, Jumat (17/1).

Hal tersebut tidak mengherankan, karena di Australia lahan untuk membudidayakan sapi sangat luas dan banyak. Jumlah penduduk diareal lahan pembudidayaan juga tidak berpenduduk, sehingga sapi-sapi tersebut dilepas saja dilahan rumput. Bachrul bilang, setidaknya biaya untuk breeding di Indonesia hanya seperempat breeding di Australia.

Bunga kredit yang diberikan oleh para pengusaha pengemukkan juga terlalu tinggi yakni hingga 12%. Padahal berdasarkan perhitungan Bachrul idealnya bunga kredit yang diberikan tersebut sekitar 5%.

Selain itu, bea masuk (BM) sapi betina produktif yang berlaku saat ini juga dinilai cukup memberatkan. "Oleh karena itu kita sudah mengusulkan untuk membebaskan bea masuk untuk sapi betina produktif tersebut," kata Bachrul.

Rekomendasi impor sapi betina produktif untuk tahun ini juga masih jauh dari cukup. Untuk mempercepat populasi, setidaknya jumlah sapi betina produktif yang diimpor mencapai 1 juta setiap tahunnya. Selain dari pengusaha pengemukan, impor sapi betina produktif juga seharusnya dilakukan oleh persahaan swasta dan pemerintah.

Sebelumnya Joni Liano Direktur Eksekutif Asosiasi Produsen Daging dan Feedlot Indonesia (Apfindo) mengatakan, selama ini untuk melakukan importasi indukan sapi harus melalui health requirement protocol yang hingga kini masih belum diketahui oleh para importir.

Health requirement protocol merupakan persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat melakukan importasi sapi indukan. "Kami belum disosialisasikan hukumnya, dari Permentan (Peraturan Menteri Pertanian) dan Permendag (Peraturan Menteri Perdagangan)," kata Joni.

Untuk memenuhi health requirement protocol tersebut, setidaknya sapi indukan yang akan diimpor harus dilakukan vaksinasi. Selain itu, sapi indukan juga harus disuntik obat-obatan lain yang berkaitan dengan kesehatan. Untuk dapat memenuhi persyaratan impor tersebut, biaya tambahan yang harus dikeluarkan oleh importir menjadi membangkak.

Lokasi yang cocok untuk mengembangkan indukan sapi betina produktif adalah diintegrasikan dengan perkebunan sawit. Bila indukan sapi betina produktif tersebut dikembangkan dengan pola feedloter atau pengememukan sapi, biaya produksi menjadi mahal dan tidak efektif.

Joni menghitung, bila sapi indukan dikembangkan dengan cara integrasi sawit maka harga anakan yang nantinya dilahirkan hanya dibanderol dengan harga Rp 3 juta per ekor. Sedangkan bila dikembangkan secara intensif di lokasi pengemukan sapi harganya melambung menjadi Rp 7 juta per ekor.

Rendahnya biaya produksi untuk sapi yang terintegrasi dengan perkebunan sawit tersebut tidak lain karena tidak butuhnya pakan tambahan lain. "Sementara ini untuk bisa keluarkan seekor anak (sapi) yang lahir dengan cost efektif itu adalah dengan integrasi sawit," kata Joni.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×