Reporter: Gentur Putro Jati |
JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kemungkinan besar tidak akan mengabulkan permintaan Kementerian Perhubungan agar PPnBM pesawat latih dihapuskan. Instansi yang dipimpin Agus Martowardoyo itu hanya menjanjikan akan mengurangi besaran PPnBM untuk pesawat latih.
"Permohonan kami sih penghapusan, tapi menurut Kemenkeu tetap ada pajak yang harus dibayar. Kalau tidak salah 12%," kata Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Kemenhub Dedi Darmawan, Rabu (28/7).
Untuk pesawat latih masih dikenakan pajak 12%, artinya Kemenkeu mengurangi besaran PPnBM sebesar 38%. Sesuai Pasal 1 ayat (5) huruf b Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6/2003 tentang Kelompok Barang Kena Pajak Yang Tergolong Mewah Yang Dikenakan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, impor pesawat udara dikenakan pajak dengan tarif 50%; kecuali untuk keperluan negara atau angkutan udara niaga.
Menurut Dedi, diharapkan pekan ini bisa keluar keputusan final atas permohonan peninjauan ulang pengenaan PPnBM pesawat latih tersebut. "Persisnya akan saya kabari lagi setelah laporannya saya terima dari tim saya besok," kata pria penggemar cerutu tersebut.
PPnBM sebesar 50% dari harga beli yang dikenakan Kemenkeu atas impor pesawat latih dikeluhkan oleh banyak sekolah penerbangan dan maskapai pengguna pilot hasil didikan sekolah tersebut. Pajak yang tinggi mengakibatkan mahalnya biaya pendidikan pilot di Indonesia sehingga menciutkan minat calon siswa untuk mengikuti sekolah penerbangan. Ujung-ujungnya, sekolah penerbangan juga membatasi jumlah lulusan yang diwisudanya setiap tahun karena sepi peminat.
Jika PPNBM dihilangkan, biaya pendidikan pilot bisa berkurang 30% sampai 40%. Saat ini biaya pendidikan penerbang di Indonesia selama 12 bulan sampai 18 bulan berkisar antara Rp 500 juta sampai Rp 600 juta. "Sekolah pilot di Indonesia sekarang ada 10. Sementara kebutuhan pilot kita per tahunnya sebanyak 400. STPI Curug hanya bisa menghasilkan 160 penerbang setiap tahun, sisanya sebisa mungkin disediakan sekolah swasta. Tapi kalau belum memenuhi terpaksa pakai pilot asing," jelas Dedi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News