Reporter: Noverius Laoli | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) angkat bicara terhadap Rencana Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) terkait kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar Kemenperin, Merrijantij Punguan Pintaria, menilai kebijakan ini berpotensi berdampak negatif pada perekonomian dan keberlangsungan industri tembakau.
Merri menyoroti bahwa industri tembakau mempekerjakan lebih dari 537.000 tenaga kerja langsung dan mendukung mata pencaharian sekitar 6 juta orang, termasuk petani tembakau dan cengkeh.
Baca Juga: APTI Suarakan Aspirasi, Minta Kemenkes Akomodir Masukan Elemen Pertembakauan
Dalam lima tahun terakhir, penurunan signifikan di industri ini, terutama untuk produk rokok mahal, menunjukkan pentingnya mempertimbangkan daya beli masyarakat dalam kebijakan yang akan diambil.
Ia juga menyayangkan Kemenperin tidak dilibatkan dalam proses penyusunan RPMK, meski dampak kebijakan tersebut besar terhadap industri. Selain itu, Presiden Joko Widodo telah mengingatkan agar tidak ada kebijakan ekstrem yang dapat mengguncang stabilitas ekonomi di masa transisi pemerintahan.
Merri menambahkan, kebijakan kemasan polos tidak serta merta menurunkan prevalensi perokok, namun justru berpotensi meningkatkan peredaran rokok ilegal.
Industri tembakau sendiri memberikan kontribusi besar terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), mencapai Rp213 triliun pada 2023. Oleh karena itu, ia meminta adanya solusi jika kebijakan ini menurunkan pendapatan negara.
Baca Juga: Beleid Kesehatan Tekan Petani Tembakau
Ketua Gabungan Pengusaha Rokok Perusahaan Indonesia (GAPPRI), Henry Najoan, juga menyuarakan keprihatinan atas kebijakan RPMK dan Peraturan Pemerintah (PP) 28/2024 yang dianggap merugikan industri tembakau.
Ia menilai kebijakan desain dan kemasan terlalu ketat, memperburuk kondisi industri yang sudah terdampak pandemi dan kenaikan cukai.
Najoan juga menyoroti sejumlah aturan yang menciptakan stigma negatif terhadap industri kretek, seperti larangan penjualan rokok dalam jarak 200 meter dari sekolah. Ia berharap RPMK dan PP 28/2024 dapat ditinjau ulang dengan melibatkan semua pemangku kepentingan agar lebih adil dan berkelanjutan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News