kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kemenperin memacu TKDN industri panel surya


Minggu, 26 September 2021 / 17:00 WIB
Kemenperin memacu TKDN industri panel surya
ILUSTRASI. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Pertamina.


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian mencatat importasi sejumlah produk Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) sejak 2018 hingga 2020 mengalami penurunan. Sejalan dengan tren ini,  Kemenperin turut memacu industri panel surya dalam negeri dengan menargetkan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) panel surya dapat mencapai 90% di tahun 2025.

Menurut data Kementerian Perindustrian, importasi produk sel surya sejak 2018-2020 mengalami penurunan yang signifikan. Perinciannya, di 2020 nilai impor sel surya sebesar US$ 3,5 juta  atau turun 76% dibanding 2018. Begitu juga dengan produk modul surya mengalami penurunan tren impor sejak 2018 atau turun 56% di 2020. Nilai impor sel surya di tahun lalu senilai US$ 14,8 juta. 

Herman Supriadi, Direktur Industri Permesinan dan Alat Mesin Pertanian mengatakan angka-angka impor tersebut hanyalah data-data, tetapi tidak menjabarkan apakah penurunan ini berdasarkan substitusi impor atau karena daya konsumsi yang menurun akibat situasi pandemi. Maka dari itu, pihaknya memaparkan data 2018-2020 karena di periode 2020-2021 situasi perdagangan dan industri mengalami banyak gangguan. 

Sejatinya, pemanfaatan energi surya menjadi satu opsi yang terus dikembangkan Kementerian Perindustrian. Herman mengatakan,  Kemenperin telah membuat rencana induk pengembangan industri nasional yang di dalamnya terdapat 10 industri prioritas, salah satunya industri pembangkit listrik tenaga surya. 

Adapun dalam pengembangan industri pembangkit energi sesuai Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035 memuat kebijakan terkait dengan pemanfaatan energi surya. Pertama, mengembangkan roadmap secara komprehensi melalaui analisis  keekonomian sumber Energi baru terbarukan (EBT) dan penyusunan jadwal konversi energi secara terencana dalam jangka panjang. 

Baca Juga: TKDN industri panel surya dikerek, PLTS bakalan makin kompetitif

Kedua, memfasilitasi pendirian pabrik yang mengolah material komponen pembangkit listrik tenaga surya. Ketiga, memfasilitasi alih teknologi industri sel surya melalui pendirian ataupun akuisisi. Keempat, memfasilitasi fasilitas penelitian dan pengembangan komponen sel surya untuk implementasi industri dan masyarakat. 

Kelima, mengembangkan kebijakan listrik perumahan dari solar cell untuk menambah kapasitas daya listrik nasional. "Dalam rangka memberikan kesempatan bagi industri dalam negeri, Kemenperin melalui kebijakan peningatkan TKDN akan selalu mendorong persyaratan TKDN dalam setiap pengadaan PLTS," ujarnya. 

Kemenperin telah menerbitkan Peraturan Kementerian Perindustrian Nomor  4 Tahun 2017 tentang Ketentuan dan Tata Cara Peningkatan TKDN untuk pembangkit listrik tenaga surya. Selain itu, Peraturan Kementerian Perindustrian No 5 Tahun 2017 yang selalu berdampingan terkait perubahan peraturan Kemenperin No 54 tahun 2012 tentang pedoman penggunaan produk dalam negeri untuk pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan yang di dalamnya mempersyartkan nilai TKDN minimal khusus untuk PLTS. 

Dalam Permen No 5 tahun 2017 disebutkan, untuk PLTS tersebar berdiri sendiri TKDN gabungan barang dan jasa minimal 45,9%, PLTS terpusat berdiri sendiri TKDN gabungan barang dan jasa minimal 43,72%, kemudian PLTS terpusat dan terhubung TKDN gabungan barang dan jasa minimal 40,68%. 

Kepala Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin, Doddy Rahadi sebelumnya pernah menyampaikan, guna mendukung pengembangan industri panel surya nasional, Kemenperin telah menyusun peta jalan dengan didukung berbagai kebijakan strategis. “Di dalam roadmap-nya sudah mencakup pemetaan untuk mengukur kemampuan industri penunjang ketenagalistrikan,” tuturnya.

Pada periode tahun 2019 – 2020, ditargetkan nilai TKDN meningkat menjadi 76% yang didukung dengan adanya ingot factory. Kemudian periode tahun 2020 – 2022, diharapkan mencapai target TKDN sebesar 85% dengan adanya solar grade silicon factory. “Tahap terakhir pada periode tahun 2023 – 2025, pencapaian nilai TKDN minimal sebesar 90% dengan adanya metallurgical grade silicon factory,” tutur Doddy.

Doddy menambahkan, energi surya di Indonesia saat ini memiliki potensi sebesar 532,6 GWp per tahun. Namun hingga saat ini kapasitas produksi nasional yang terpasang sebesar 515 MWp dan total kapasitas PLTS di Indonesia sebesar 25 MWp. 

“Hal ini menunjukkan serapan pasar masih sangat kecil dari kapasitas produksi nasional, diharapkan serapan tersebut dapat terus meningkat guna mendukung bauran EBT nasional,” ujarnya. 

Menurut Doddy, benchmarking pembangkit EBT menurut International Renewable Energy Agency pada tahun 2019, Indonesia berada di posisi ke tiga di antara negara-negara asia tenggara dengan total Kapasitas EBT terpasang sebesar 9.861 MW. 

Doddy menilai, dari data tersebut menunjukkan bahwa kapasitas terpasang dan investasi pada pembangkit tenaga listrik EBT masih rendah, namun melalui berbagai kebijakan dan upaya yang telah dilakukan tantangan tersebut dapat teratasi. 

Berdasarkan data dari Asosiasi Pabrikan Modul Surya Indonesia (APAMSI), saat ini terdapat 10 industri panel surya di Indonesia dengan total 515 MWp. Salah satu industri panel surya dengan kapasitas produksi tertinggi adalah yakni PT Len Industri dengan kapasitas 71 MWp.

Herman menambahkan, untuk mencapai target TKDN di industri panel surya, Kemenperin akan mengembangkan kebijakan pengendalian impor untuk jangka pendek dan jangka panjang seperti pemberlakuan regulasi terkait di antaranya seperti perizinan impor, pembatasan pelabuhan, kuota impor bisa diusulkan, pemberlakuan SNI, serta pemberlakuan larangan dan pembatasan atau (Lartas) terhadap beberapa produk seperti alat pendukung kelistrikan tersebut.

Selanjutnya: Permen PLTS Atap perlu melewati tahap ini sebelum diimplementasikan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×