Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Azis Husaini
Jika tidak memenuhi kewajiban pembayaran denda administratif sampai dengan berakhirnya jangka waktu penghentian sementara, maka perusahaan tersebut akan dikenai sanksi berupa pencabuta izin.
Selain pengaturan soal sanksi, beleid baru ini juga mewajibkan pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) operasi produksi mineral logam, IUP Operasi Produksi (OP) mineral logam, dan IUP OP khusus pengolahan/pemurnian, untuk menempatkan jaminan kesungguhan pembangunan fasilitas pemurnian sebesar 5% dari volume produk pertambangan yang dijual ke luar negeri dalam setiap pengapalan dikalikan harga Patokan Ekspor (HPE).
Baca Juga: Ini penyebab turunnya produksi Vale Indonesia (INCO) di semester I 2019
Jaminan 5% tersebut dapat dicairkan persentase jika kemajuan fisik pembangunan fasilitas pemurnian telah mencapai paling sedikit 75% dari seluruh rencana pembangunan fasilitas Pemurnian di dalam negeri yang telah diverifikasi oleh verifikator.
Yunus menyebut, pihaknya telah mempertimbangkan nilai keekonomian dalam besaran denda dan jaminan tersebut. Sehingga, ia menilai hal itu tidak akan memberatkan perusahaan.
Terlebih, kata Yunus, jaminan tersebut tidak akan hangus jika perusahaan yang bersangkutan benar-benar serius untuk membangun smelter sesuai rencana dan jadwal. "Sudah diperhitungkan, tidak akan mengurangi keuntungan. Toh tidak akan hilang (dana jaminan), kalau sesuai ya bisa dibalikan, kalau bandel, baru hilang," terang Yunus.
Yunus pun menegaskan, pihaknya berkomitmen untuk terus mengejar target hilirisasi mineral. Termasuk dengan menindak tegas perusahaan yang tidak patuh terhadap ketentuan dengan memberikan teguran, peringatan, penghentian sementara, hingga pencabutan izin ekspor.
Yunus bilang, hingga saat ini posisi perusahaan yang diberikan sanksi masih belum ada perubahan. Yunus memaparkan, ada lima perusahaan yang diganjar sanksi penghentian izin ekspor sementara, yakni PT Surya Saga Utama (Nikel), PT Genba Multi Mineral (Nikel), PT Modern Cahaya Makmur (Nikel), PT Integra Mining Nusantara (Nikel) dan PT Lobindo Nusa Persada (Bauksit).
Baca Juga: Vale Indonesia (INCO) berharap berkah dari wacana pelarangan ekspor nikel
Selain itu, meski tak menyebtu secara detail, namun Yunus mangatakan bahwa saat ini ada sejumlah perusahaan yang dikenai peringatan lantaran progres pembangunan smelter yang tak sesuai target. "Masih sama (yang dikenai sanksi pencabutan), mereka belum mengajukan kembali (progres pembangunan smelter), yang lain ada yang tambah peringatan," jelasnya.
Dengan adanya beleid baru ini, Yunus berharap target hilirisasi mineral bisa tercapai. Sehingga pada Januari 2022 saat ekspor mineral mentah dihentikan, produksi mineral mentah bisa diolah oleh smelter di dalam negeri.
Baca Juga: TINS mengawal pengembangan bisnis di Nigeria
Adapun, untuk kepastian penghentian ekspor mineral mentah, Yunus enggan banyak berkomentar. Ia hanya bilang, selama belum ada keputusan resmi yang mengubah kebijakan lama, maka ekspor mineral mentah hingga Januari 2022 masih berlaku.
"Apakah akan dipercepat atau tidak, kalau soal itu saya no comment. Yang jelas sebelum ada keputusan resmi yang baru, kebijakan yang lama masih berlaku," tandas Yunus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News