Reporter: Diki Mardiansyah | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih bahas kelanjutan investasi proyek Grass Root Refinery (GRR) atau Kilang Tuban yang digarap bersama PJSC Rosneft.
Ketidakpastian terkait keputusan investasi akhir (Final Investment Decision/FID) dari Rosneft Singapore Pte Ltd menjadi alasan proyek ini masih terkatung-katung.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM, Achmad Muchtasyar mengungkapkan kelanjutan kerja sama dengan Rosneft masih dalam tahap evaluasi pemerintah.
“Belum tentu, belum tahu [lanjut dengan Rosneft]. Sementara ini iya, tapi masih kita kaji,” ujar Achmad usai Konferensi Pers di Kantor Kementerian ESDM, Senin (3/2).
“Sama Rosneft masih kita kaji apakah memungkinkan atau tidak. Bisa tetap sama Rosneft atau enggak,” tambahnya.
Baca Juga: Harga Turun, ESDM Targetkan Produksi Batubara Naik 3,5% di Tahun 2025
Sebagai bagian dari proses evaluasi, Achmad berencana untuk melakukan peninjauan langsung ke lokasi proyek strategis nasional (PSN) yang berada di Jawa Timur tersebut.
“Tuban nanti kita cek ya, nanti kalau sudah saya cek, saya kasih tahu,” tutupnya.
Sebelumnya, masuknya Indonesia ke forum ekonomi BRICS (Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan) memberikan peluang baru dalam hubungan dagang dan geopolitik, termasuk potensi impor minyak dari Rusia. Namun, langkah ini tampaknya tidak berdampak signifikan pada kepastian proyek Kilang Tuban, yang sejak lama terkendala finalisasi investasi.
Ketua Komite Investasi Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas Nasional (Aspermigas) Moshe Rizal menegaskan keanggotaan Indonesia di BRICS belum tentu menyelesaikan tantangan dalam proyek Grass Root Refinery (GRR) Tuban.
Proyek senilai Rp238,5 triliun yang dicanangkan untuk mengolah 300.000 barel minyak mentah per hari itu masih terhambat ketidakpastian final investment decision (FID) dari Rosneft Singapore Pte Ltd, anak usaha PJSC Rosneft, yang menjadi mitra PT Pertamina (Persero).
“Enggak berpengaruh sih [dengan Indonesia masuk ke BRICS]. Posisinya akan tetap sama, karena mereka [perusahaan migas Rusia] memang lagi fokus ke negara masing-masing. Si Rosneft pun juga lagi pusing untuk membantu negaranya juga,” kata Moshe kepada Kontan, Selasa (14/1).
Moshe bilang, kendala proyek ini juga diperparah oleh dampak sanksi ekonomi yang diterapkan negara-negara Barat terhadap Rusia sebagai respons atas invasi ke Ukraina sejak awal 2022. Sanksi ini membatasi akses pendanaan, teknologi, dan jasa konstruksi yang dibutuhkan Rosneft untuk melanjutkan proyek Kilang Tuban.
Menurut Moshe, meskipun keanggotaan BRICS memungkinkan negosiasi yang lebih fleksibel dengan Rusia, hal tersebut tidak serta merta menggerakkan investasi dari perusahaan-perusahaan Rusia seperti Rosneft.
“Bukan terus tiba-tiba [Rosneft] jadi berinvestasi karena Indonesia masuk BRICS. Enggak juga. BRICS itu kan lebih ke urusan perdagangan. Apalagi, sekarang ini banyak negara yang khawatir dengan tarif Trump, yang akan memengaruhi perdagangan internasional,” tuturnya.
Baca Juga: Blak-blakan! Menteri ESDM Bahlil Bongkar Ada Permainan Harga Gas Elpiji 3 Kg!
Selanjutnya: Harga Turun, ESDM Targetkan Produksi Batubara Naik 3,5% di Tahun 2025
Menarik Dibaca: Tips Memilih Asuransi Kesehatan Tambahan dari Sompo Insurance
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News