Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono menyatakan, pemegang kontrak Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) bisa mendapatkan perpanjangan masa kontrak selama 20 tahun dengan skema 2 x 10 tahun.
Menurut Bambang, hal itu sesuai dengan aturan yang tertera dalam kontrak PKP2B maupun Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba) maupun peraturan turunannya. Menurut Bambang, di dalam kontrak dan aturan yang ada, masa kontrak PKP2B berlangsung selama 30 tahun dan bisa diperpanjang 2 x 10 tahun.
Baca Juga: Targetkan EODB peringkat 40, Jokowi kembali instruksikan deregulasi
Bambang menyebut, perpanjangan kontrak itu bisa secara otomatis diberikan jika perusahaan yang bersangkutan telah memenuhi seluruh kewajibannya, seperti dalam aspek lingkungan, sosial, hingga kewajiban terhadap penerimaan negara.
"Kami fair saja, kita tetap konsisten dengan itu, bahwa perpanjangan 2 x 10 tahun sepanjang perusahaan comply dengan segala kewajibannya," kata Bambang, Rabu (20/11).
Namun, Bambang memberikan catatan terkait dengan luas wilayah pertambangan saat kontrak PKP2B tersebut diperpanjang dan beralih status menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Bambang mengisyaratkan, setelah PKP2B diberikan perpanjangan, luas wilayah yang dimiliki tidak akan sama seperti saat ini.
"Yang dibutuhkan perpanjangan 2 x 10 tahun bisa kita penuhi, tetapi mungkin nggak seluas yang sekarang," sambung Bambang.
Baca Juga: Produksi batubara naik, Kementerian ESDM: Jika tak ditahan, bisa 700 juta ton di 2020
Bambang memberikan perbandingan dengan perusahaan di sektor mineral, yakni PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Newmont yang kini menjadi Amman Mineral.
Bambang bilang, untuk mendapatkan perpanjangan dan peralihan status dari Kontrak Karya (KK) menjadi IUPK, keduanya menciutkan wilayah sehingga sejalan dengan aturan di sektor mineral, yakni seluas 25.000 hektare (ha).
Lebih lanjut, Bambang mencontohkan PTFI yang bersedia melepas beberapa blok di wilayah tambangnya sebagai syarat penciutan, karena telah memiliki roadmap hingga kontrak berakhir pada tahun 2041.
"Jadi kita harus fair juga. Seperti Freeport karena mereka hanya butuh sampai 2041, dilepaskanlah blok-blok seperti Blok Wabu yang potensinya cukup besar. Amman juga, mereka yang di mineral sesuai dengan yang digariskan UU," ujar Bambang.
Berkaca dari sana, Bambang pun meminta kepada PKP2B untuk memiliki roadmap pengembangan tambang yang jelas setelah menerima perpanjangan kontrak. Khususnya terkait dengan hilirisasi batubara.
"Perusahaan kan sudah menambang 30 tahun, nah sebaiknya dia punya program hilirisasi batubara. Kalau sejak 30 tahun lalu hanya jual-jual gitu kan nggak maju-maju," imbuhnya.
Kendati begitu, Bambang menyadari bahwa pembatasan terhadap luas wilayah ini akan menjadi perdebatan. Sebab, Bambang menyadari bahwa ada perbedaan tafsir dalam menerjemahkan pembatasan wilayah ini. Sehingga, Bambang menyebut pihaknya pun tengah melakukan pembahasan dan evaluasi terkait hal ini.
"Bisa juga ada yang jawab begini, lho ini kan perpanjangan kontrak, bukan IUPK yang berasal dari WPN (Wilayah Perpanjangan Negara). Tetapi kalau seperti itu juga rasionalisasinya seperti apa. Luas ini mungkin kita sama-sama evaluasi," terang Bambang.
Baca Juga: Harga Naik 305%, Bahana Sysfo Raup Ratusan Miliar Rupiah dari Saham DWGL
Adapun, pembatasan luas wilayah PKP2B yang diberikan perpanjangan dan menjadi IUPK, merujuk pada Pasal 62 dan Pasal 83 UU Nomor 4 Tahun 2009 alias UU Minerba, yakni seluas 15.000 ha.
Sebagai informasi, da tujuh PKP2B yang kontaknya akan berakhir dalam beberapa tahun ke depan. Yakni PT Arutmin Indonesia (1 November 2020), PT Kendilo Coal Indonesia (13 September 2021), PT Kaltim Prima Coal (31 Desember 2021), PT Multi Harapan Utama (1 April 2022), PT Adaro Indonesia (1 Oktober 2022), PT Kideco Jaya Agung (13 Maret 2023), dan PT Berau Coal (26 April 2025).
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Pandu P. Sjahrir mengatakan, regulasi mengenai perpanjangan PKP2B ini akan sangat mempengaruhi iklim investasi di sektor batubara. Oleh sebab itu, apa pun keputusannya, sambung Pandu, pemerintah perlu untuk segera memberikan kepastian mengenai perpanjangan kontrak PKP2B ini.
"Ini krusial sekali, semua ingin kepastian. Mengenai PKP2B seharusnya selama mengikuti peraturan mendapat perpanjangan," kata Pandu.
Baca Juga: Jokowi: Jika hilirisasi tambang dapat diselesaikan, defisit perdagangan dapat diatasi
Sementara itu, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) sebagai induk usaha dari Arutmin dan KPC masih menunggu keputusan resmi dari pemerintah mengenai keberlanjutan kontrak PKP2B yang dimiliki. "Kami sangat menunggu keputusan akhir dari pemerintah tentang konversi PKP2B menjadi IUPK," Direktur dan Sekretaris Perusahaan BUMI Dileep Srivastava.
Hal yang sama juga diutarakan oleh pihak PT Indika Energy Tbk (INDY) sebagai induk usaha PT Kideco Jaya Agung. "Sementara terkait perpanjangan PKP2B, kami masih menunggu keputusan pemerintah," kata Head of Corporate Communication INDY Leonardus Herwindo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News