Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memulai penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon untuk mengendalikan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Plt Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Dadan Kusdiana mengungkapkan, kehadiran Peraturan Menteri ESDM Nomor 16 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Subsektor Pembangkit Tenaga Listrik menjadi acuan dalam penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon.
"Termasuk kegiatan perdagangan karbon di subsektor pembangkit tenaga listrik. Kita tidak akan menyusun mekanisme sendiri, tapi kami pastikan regulasi yang sudah disusun bersama agar berjalan secara fair demi tujuan kita, tujuan bersamanya adalah mengurangi emisi GRK," jelas Dadan, Selasa (24/1).
Baca Juga: RUU EBET, Pelaku Usaha Panas Bumi Harapkan Pemerintah Fasilitasi Skema Power Wheeling
Dadan melanjutkan, dalam Peraturan Menteri tersebut terdapat 6 (enam) lingkup pengaturan yang meliputi: penetapan Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi (PTBAE), penyusunan Rencana Monitoring Emisi GRK pembangkit tenaga listrik, penetapan Persetujuan Teknis Batas Atas Emisi Pelaku Usaha (PTBAE-PU), Perdagangan Karbon, penyusunan laporan Emisi GRK pembangkit tenaga listrik dan evaluasi pelaksanaan Perdagangan Karbon dan pelelangan PTBAE-PU.
Adapun, fase pertama perdagangan karbon akan dilaksanakan pada tahun ini.
Baca Juga: Sejumlah Pelaku Usaha Kecewa Skema Power Wheeling Dicabut dari DIM RUU EBET
"Pertama kali akan dilaksanakan pada unit pembangkit PLTU batubara yang terhubung ke jaringan tenaga listrik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan kapasitas lebih besar atau sama dengan 100 MW. Kami mencatat ada total sekitar 99 unit PLTU batubara," imbuh Dadan.
Dadan menjelaskan, lewat langkah ini maka penurunan emisi karbon yang bisa diperoleh mencapai 500 ribu ton dari sektor pembangkit.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News