Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memproyeksikan produksi batubara di tahun ini mencapai 610 juta ton. Jumlah ini lebih rendah dari target yang ditetapkan dalam Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) 2021 sebesar 625 juta ton.
Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Batubara Kementerian ESDM Sujatmiko mengungkapkan proyeksi yang lebih rendah dari rencana awal ini dikarenakan faktor cuaca yang menghambat operasional di lapangan.
"Curah hujan masih tinggi dan berkelanjutan sehingga di beberapa tempat utamanya di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur yang jadi sumber produksi operasionalnya agak terganggu," terang Sujatmiko dalam diskusi virtual, Jumat (22/10).
Kendati demikian, Sujatmiko memastikan produksi yang diproyeksikan mencapai 610 juta ton ini bakal mencukupi kebutuhan batubara dalam negeri serta bakal memberi dampak pada peningkatan penerimaan negara. Sujatmiko menjelaskan, hingga kuartal III 2021, produksi batubara nasional mencapai 450 juta ton atau sekitar 72% dari target tahun ini.
Sujatmiko pun menegaskan, pemerintah tetap berkomitmen memastikan pemenuhan kebutuhan batubara dalam negeri. Untuk itu, dengan merujuk regulasi yang ada yakni Keputusan Menteri ESDM No.139.K/HK.02/MEM.B/2021 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batu Bara Dalam Negeri maka pelaku usaha pertambangan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan yang ada.
Baca Juga: Produsen tambang terkemuka China terapkan batas atas, harga batubara turun
Jika tidak bisa memasok sekitar 25% dari rencana produksi yang disetujui Kementerian ESDM, maka perusahaan tambang harus siap dikenai sanksi mulai dari larangan ekspor hingga denda.
Untuk tahun ini, Kementerian ESDM menargetkan kebutuhan DMO sebesar 137,5 juta ton. Hingga kuartal III 2021 realisasinya telah mencapai 98 juta ton. "Hingga akhir tahun kita bisa realisasikan DMO sekitar 139 juta ton atau sekitar 101%," kata Sujatmiko.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia mengungkapkan tren kenaikan harga komoditas batubara yang terjadi saat ini menjadi momentum bagi Indonesia sebagai negara eksportir batubara thermal terbesar untuk meningkatkan profitabilitas dan menguatkan pemenuhan dalam negeri.
"Strategi penambangan tentu memanfaatkan momentum yang jarang terjadi. Untuk keberlanjutan ke depan dengan manfaatkan profitabilitas ini sangat diperlukan bagi perusahaan-perusahaan nanti dalam melakukan upaya-upaya transisi energi," terang Hendra.
Hendra mengungkapkan, profitabilitas yang bisa diperoleh perusahaan tambang dari harga komoditas yang melonjak bisa digunakan untuk mendanai rencana transisi energi tiap perusahaan. Apalagi, saat ini tren pendanaan untuk proyek berbasis batubara diakui kian sulit.
Hendra melanjutkan, dengan memanfaatkan momentum harga komoditas yang meroket, maka ada dampak positif lain bagi perekonomian negara.
Hendra melanjutkan, saat ini negara-negara Asia Pasifik masih mendominasi tujuan ekspor batubara Indonesia. Kendati transisi energi terus didorong sejumlah negara, hendra memastikan kebutuhan batubara diproyeksikan masih akan cukup tinggi khususnya dari Tiongkok yang selama ini jadi pasar utama.
"Tiongkok sebagai importir batubara Indonesia terbesar itu pengembangan PLTU -nya juga masif meskipun mereka bangun sumber EBT," jelas Hendra.
Sementara itu, rencana produksi dalam RKAB 2021 yang sebesar 625 juta ton tercatat jadi yang tertinggi setidaknya dalam lima tahun terakhir.
Merujuk data MODI Minerba, produksi pada 2017 mencapai 461,36 juta ton, kemudian di 2018 sebesar 557,77 juta ton dan meningkat menjadi 616,16 juta ton di 2019. Pada 2020 lalu realisasi produksi tercatat sebesar 565,79 juta ton.
Kebutuhan domestik masih tinggi di 2050
Kementerian ESDM memprediksi kebutuhan batubara untuk dalam negeri masih akan tinggi hingga 2050 mendatang.
Sujatmiko mengungkapkan, dalam beberapa waktu mendatang akan hadir banyak proyek smelter, industri kian berkembang hingga kebutuhan untuk hilirisasi batubara khususnya proyek gasifikasi maka masih ada kebutuhan batubara di 2050 mendatang. "Proyeksi kami sampai 2050 kebutuhan batubara dalam negeri sekitar 415 juta ton per tahun di 2050," imbuh Sujatmiko.
Sujatmiko mengungkapkan, ke depannya pemerintah juga terus mendorong perusahaan-perusahaan batubara untuk melakukan investasi pada kegiatan yang berkelanjutan. Untuk itu, Kementerian ESDM mendorong perusahaan tambang memenuhi komitmen dalam penyusunan dokumen rencana pasca tambang.
Selanjutnya: Harga batubara meroket, ESDM tegaskan tarif listrik tidak naik hingga akhir 2021
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News