kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kementerian ESDM siapkan regulasi untuk menggenjot eksplorasi tambang mineral


Minggu, 22 September 2019 / 17:23 WIB
Kementerian ESDM siapkan regulasi untuk menggenjot eksplorasi tambang mineral
ILUSTRASI. Kementerian ESDM tengah menyiapkan regulasi untuk menggenjot eksplorasi tambang mineral.


Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyiapkan regulasi untuk mempertegas kewajiban perusahaan tambang dalam melakukan kegiatan eksplorasi. Regulasi tersebut dimaksudkan untuk menggenjot eksplorasi sehingga penambahan sumber daya dan cadangan mineral bisa terakselerasi.

Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM Yunus Saefulhak mengatakan, penerbitan regulasi tersebut rencanya akan berbentuk Peraturan Menteri (Permen) ESDM. Yunus menyebut, peraturan yang khusus mengatur soal eksplorasi ini dibutuhkan, lantaran regulasi yang ada saat ini belum mengatur secara detail skema dan porsi eksplorasi dari masing-masing komoditas.

"(Regulasi yang ada saat ini) sifatnya hanya umum, bahwa perusahaan yang diberikan izin harus melakukan eksplorasi. Tetapi tidak kuantitatif, tidak terukur, kalau (perusahaan) punya budget sekian harusnya untuk eksplorasi disisihkan sekian," terangnya saat ditemui di Kantor Ditjen Minerba, Jum'at (20/9).

Baca Juga: ESDM: Laju Investasi Pertambangan Terganjal Persoalan Hukum dan Administrasi

Meski beleid tersebut ditargetkan sudah bisa terbit pada akhir tahun ini, namun Yunus menekankan bahwa pihaknya tidak akan terburu-buru menerapkan regulasi tersebut pada penyusunan Rencana Kerja dan Anggaan Biaya (RKAB) tahun 2020. Kendati begitu, Yunus memastikan bahwa dalam penyusunan RKAB tahun 2020, pihaknya sudah akan melakukan sosialiasi dan pendekatan agar anggaran dan kegiatan eksplorasi dari setiap perusahaan bisa diperbanyak.

"RKAB 2020 kan sudah bisa disusun mulai November, mungkin penerapan (regulasi tentang eksplorasi) di RKAB tahun mendatang. Tapi kita sudah mulai sosialisasi dan approach untuk RKAB (2020)," terang Yunus.

Yunus mengatakan, saat ini pihaknya masih melakukan evaluasi dan kajian untuk menentukan besaran dari alokasi anggaran dan kegiatan eksplorasi yang akan diwajibkan. "untuk itu (besaran yang diwajibkan) masih harus sosialisasi dan konfirmasi lagi terkait target-targetnya. Karena kita harus transparan, kalau dikasih target segitu (perusahaan) mampu nggak," jelas Yunus.

Yang jelas, ia menerangkan, skema dalam penghitungan kewajiban eksplorasi ini mempertimbangkan tiga komponen. Pertama, coverage area (CA) pertambangan. Kedua, budget exploration to revenue ratio (BERR) untuk mengukur anggaran eksplorasi dengan pendapatan yang diperoleh perusahaan, dan ketiga, recovery reserve ratio (RRR) atau perbandingan antara jumlah mineral yang diproduksi dengan cadangan baru yang ditemukan.

Baca Juga: Kementerian ESDM tunda proses lelang tambang hingga akhir tahun

"Intinya harus jelas kewajiban eksplorasi, supaya bisa cepat yang tadinya sumber daya jadi cadangan, yang tadinya tidak ada, jadi ada sumber daya. Agar tambang kita sustainable," ungkap Yunus.

Selain untuk menjaga keberlanjutan tambang, Yunus juga mengatakan kewajiban eksplorasi ini juga untuk memberikan kepastian bagi hilirisasi mineral yang tengah digenjot pemerintah. Sebab, Yunus menegaskan, fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) juga memiliki umur keekonomian yang harus dijaga melalui kepastian pasokan bahan tambang.

"Iya, juga mengarah ke sana (hilirisasi). Karena umur keekonomian dan investasi smelter harus panjang, nggak bisa kalau cadangan cuman sedikit," ungkap Yunus.

Baca Juga: Kementerian ESDM: Bijih Bauksit dan Timah Tetap Bisa Ekspor

Lebih lanjut, Yunus memastikan Ditjen Minerba akan memberikan besaran kewajiban yang proporsional terharap perusahaan yang akan habis kontrak, serta perusahaan tambang yang selama ini telah melakukan kegiatan eksplorasi dengan anggaran dan coverage area yang besar.

"Ya itu nanti ada ukurannya terharap umur izin dengan membandingkan coverage yang sudah dieksplorasi. Kalau yang sudah maksimum ya nggak usah dipaksakan," tutur Yunus.

Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa penghitungan CA, BERR dan RRR masing-masing komoditas akan berbeda. "Nanti kita atur per komoditas, itu yang belum kita tentukan. Kan masih kajian, evaluasi pas-nya berapa," sambungnya.

Adapun, berdasarkan data yang dipaparkan Yunus, capaian BERR pada tahun 2018 untuk keseluruhan mineral adalah 0,89%. Sedangkan target pada tahun ini naik menjadi 1%. Hingga Kuartal II, realisasi BERR mencapai 1,80%.

Baca Juga: Catat! Produksi Batubara Nasional Bisa Bertambah Hingga 30 Juta Ton

Secara keseluruhan, alokasi untuk eksplorasi pertambangan mineral dan batubara (minerba) di Indonesia masih minim. Pada tahun ini, investasi yang dianggarkan perusahaan untuk melakukan eksplorasi hanya berkisar diangka US$ 274 juta atau hanya 4% dari total investasi di minerba yang pada tahun 2019 ditargetkan mencapai US$ 6,17 miliar.

Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Sukmandaru Prihatmoko menilai, eksplorasi minerba tidak berjalan dengan baik dalam beberapa tahun terakhir. Menurutnya, kondisi tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh fluktuasi harga komoditas saja.

Secara tata regulasi di sektor pertambangan, Sukmandaru berpendapat ada hal mendasar yang perlu dibenahi ketimbang menerbitkan regulasi baru untuk mempertegas kewajiban eksplorasi. Sukmandaru menyoroti soal permasalahan di lelang wilayah tambang, khususnya Wilayah Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) yang sampai saat ini masih belum ada yang beres lantaran tersandung masalah hukum.

Baca Juga: Setelah larangan ekspor nikel, bagaimana nasib mineral mentah lain?

"Yang lebih penting saya kira adalah pembenahan sistem lelang untuk menarik investor bereksplorasi, karena tidak ada pembukaan daerah eksplorasi baru kalau lelang WIUPK/WIUP belum berjalan," katanya ke Kontan.co.id, Minggu (22/9).

Sebab, Sukmandaru menekanakan, di dalam wilayah pertambangan aktif (eksisting), target eksplorasinya sudah mengecil. Terlebih, persentase anggaran eksplorasi sangat tergantung dari apakah di dalam wilayah pertambangan itu masih ada target potensial, atau tidak.

"Tanpa diregulasi pun mestinya perusahaan akan melakukan eksplorasi karena mereka pasti ingin usahanya sustain. Tapi di dalam wilayah yang sudah aktif target eksplorasinya sudah semakin mengecil atau malah tidak ada," imbuhnya.

Menurut Sukmandaru, perusahaan pertambangan nasional memang perlu didorong untuk melakukan eksplorasi. "Tapi hampir semua pemain nasional tidak punya pengalaman di bisnis eksplorasi sehingga mereka inginnya masuk atau beli proyek yang sudah jadi, operating mine, yang jelas cash flow-nya," sambung Sukmandaru.

Sehingga, ia berpendapat bahwa pemerintah perlu untuk memberikan insentif kepada perusahaan yang mau melakukan eksplorasi. Termasuk dengan memberikan kemudahan perizinan dan membereskan masalah tumpang tindih lahan dengan sektor non-ESDM.

Baca Juga: Kementerian ESDM: Revisi UU Minerba tidak khususkan soal kontrak PKP2B

Selain itu, Sukmandaru menilai pemerintah juga perlu mempertimbangkan untuk mengatur proyek eksplorasi sebagai bisnis terpisah dari bisnis operating mine, dengan maksud untuk menarik investasi dari pelaku usaha eksplorasi independen. "Sehingga para junior company tertasuk masuk," tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×