Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Khomarul Hidayat
Selain untuk menjaga keberlanjutan tambang, Yunus juga mengatakan kewajiban eksplorasi ini juga untuk memberikan kepastian bagi hilirisasi mineral yang tengah digenjot pemerintah. Sebab, Yunus menegaskan, fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) juga memiliki umur keekonomian yang harus dijaga melalui kepastian pasokan bahan tambang.
"Iya, juga mengarah ke sana (hilirisasi). Karena umur keekonomian dan investasi smelter harus panjang, nggak bisa kalau cadangan cuman sedikit," ungkap Yunus.
Baca Juga: Kementerian ESDM: Bijih Bauksit dan Timah Tetap Bisa Ekspor
Lebih lanjut, Yunus memastikan Ditjen Minerba akan memberikan besaran kewajiban yang proporsional terharap perusahaan yang akan habis kontrak, serta perusahaan tambang yang selama ini telah melakukan kegiatan eksplorasi dengan anggaran dan coverage area yang besar.
"Ya itu nanti ada ukurannya terharap umur izin dengan membandingkan coverage yang sudah dieksplorasi. Kalau yang sudah maksimum ya nggak usah dipaksakan," tutur Yunus.
Selain itu, ia juga menjelaskan bahwa penghitungan CA, BERR dan RRR masing-masing komoditas akan berbeda. "Nanti kita atur per komoditas, itu yang belum kita tentukan. Kan masih kajian, evaluasi pas-nya berapa," sambungnya.
Adapun, berdasarkan data yang dipaparkan Yunus, capaian BERR pada tahun 2018 untuk keseluruhan mineral adalah 0,89%. Sedangkan target pada tahun ini naik menjadi 1%. Hingga Kuartal II, realisasi BERR mencapai 1,80%.
Baca Juga: Catat! Produksi Batubara Nasional Bisa Bertambah Hingga 30 Juta Ton
Secara keseluruhan, alokasi untuk eksplorasi pertambangan mineral dan batubara (minerba) di Indonesia masih minim. Pada tahun ini, investasi yang dianggarkan perusahaan untuk melakukan eksplorasi hanya berkisar diangka US$ 274 juta atau hanya 4% dari total investasi di minerba yang pada tahun 2019 ditargetkan mencapai US$ 6,17 miliar.