Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana mengambil sejumlah langkah demi mendorong realisasi program hilirisasi batubara dalam bentuk gasifikasi, khususnya untuk produk dimethylether (DME).
Menteri ESDM Arifin Tasrif menjelaskan, harga bahan baku batubara untuk proyek gasifikasi telah disetujui. "Sudah, US$ 20 hingga US$ 21 per ton, kalau bisa di bawah lagi," terang Arifin di Jakarta, Kamis (29/1).
Baca Juga: Volume overburden removal (OB) Delta Dunia Makmur (DOID) masih sesuai target
Arifin melanjutkan, keputusan ini nantinya tidak akan dipayungi regulasi khusus seperti Peraturan Menteri namun bersifat business to business. Kementerian ESDM, sebut Arifin akan mengarahkan perusahaan batubara agar mencapai kesepakatan tersebut.
Tak hanya itu, bentuk dorongan yang juga akan diberikan dari sisi royalti. Sayangnya, ia tak merinci lebih jauh soal insentif yang dimaksud. "Iya (diarahkan), tapi b to b saja tapi kita yang minta supaya masuk keekonomiannya. Royaltinya juga ada," jelas Arifin.
Mengutip catatan Kontan.co.id, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) menggandeng Air Products & Chemicals, Inc, sebuah perusahaan yang berbasis di Amerika Serikat untuk program gasifikasi batubata. Hilirisasi batubara ini diharapkan dapat beroperasi di akhir 2023.
Baca Juga: Bukit Asam (PTBA) targetkan proyek gasifikasi batubara beroperasi akhir 2023
Hilirisasi batubara diyakini dapat mengurangi nilai impor gas Indonesia hingga sekitar US$ 1 miliar per tahun. Total investasi untuk pengembangan gasifikasi ini US$ 3,2 miliar, dimana Air Products bertindak sebagai investor di bisnis upstream dan downstream.
Dalam keterbukaan informasi di laman Bursa Efek Indonesia (BEI), Direktur Utama PT Bukit Asam Tbk Arviyan Arifin mengatakan batubara berkalori rendah akan diubah menjadi produk lain yang memiliki nilai tinggi dengan menggunakan teknologi gasifikasi.
“Teknologi ini akan mengkonversi batubara muda menjadi syngas untuk kemudian diproses menjadi Dimethyl Ether (DME), Methanol, dan Mono Ethylene Glycol (MEG),” tulis Arviyan dalam rilis, Kamis (30/1).
Baca Juga: Bisnis alat berat pada 2020 masih terdampak pelemahan harga batubara
Hilirisasi batubara ini direncanakan akan memproduksi 1,4 juta ton DME, 300.000 ton Methanol, dan 250.000 ton MEG. Saat ini studi kelayakan (feasibility study) sudah rampung dan masuk ke tahap FEED dan EPC. Pabrik ini diharapkan dapat beroperasi di akhir 2023.
Sementara itu, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) mulai berupaya mendiversifikasikan bisnisnya. Salah satunya dengan mengembangkan produk hilir batubara. Emiten tersebut memiliki rencana untuk membangun pabrik pengolahan batubara menjadi gas atau gasifikasi di kawasan Kalimantan.
Sekretaris Perusahaan BUMI Dileep Srivastava mengatakan, saat ini proyek gasifikasi batubara BUMI masih dalam tahap studi kelayakan atau feasibilities study. Ditargetkan proses studi kelayakan tersebut akan selesai pada tahun ini.
Baca Juga: Impor LPG capai 5,73 juta mt, pemerintah rogoh subsidi Rp 42,47 triliun
Setelah itu, manajemen BUMI yang mengawal proyek gasifikasi batubara tersebut akan mengajukan proposal kepada direksi untuk meminta pertimbangan dan saran langka berikutnya. “Proposal ini juga mencakup struktur dan opsi pendanaan,” kata dia, Senin (27/1).
Ia mengaku, untuk sementara masih sulit memperkirakan secara pasti nilai investasi proyek gasifikasi batubara BUMI. Namun, jika berkaca pada tahap studi kelayakan yang sedang berjalan, ada kemungkinan proyek tersebut sekitar US$ 1 miliar-US$ 2 miliar.
Kelak, proses pengerjaan fisik proyek gasifikasi batubara ini dapat memakan waktu sekitar 3 tahun sejak persetujuan untuk memulai.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News