Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) berencana menawarkan lima wilayah kerja panas bumi (WKP) di tahun ini. Tapi, lelang WKP itu baru akan dikerjakan setelah aturan baru terkait skema tarif dan tata kelola panas bumi diterbitkan oleh pemerintah.
Hal itu diungkapkan oleh Direktur Panas Bumi Kementerian ESDM Ida Nuryatin Finahari. Namun, Ida masih belum merinci WKP mana saja yang sudah siap untuk dilelang, juga besaran potensi setrum yang bisa dihasilkannya.
Baca Juga: Kementerian ESDM targetkan tambahan 140 MW dari tiga pembangkit panas bumi
Ida bilang, pihaknya masih melakukan koordinasi dengan Bada Geologi untuk melihat WKP mana yang paling siap dan akan diprioritaskan. "Belum diputuskan WKP mana saja, masih dalam koordinasi dengan Badan Geologi, WKP mana yang prioritas," kata Ida kepada Kontan.co.id, Minggu (23/2).
Ida menjelaskan, penawaran WKP bisa dilakukan dengan dua mekanisme. Yakni melalui lelang terbuka kepada badan usaha atau penugasan kepada Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Pada penawaran tahun lalu, ada tiga WKP yang ditugaskan kepada BUMN, yakni PT Pertamina (Persero). Ketiga WKP penugasan itu adalah WKP Kotamobagu di Sulawesi Utara, WKP Telaga Ranu di Maluku Utara, dan WKP Guci di Jawa Tengah.
Sementara untuk mekanisme lelang, Ida mengakui bahwa pada tahun lalu masih sepi peminat. Dari ketiga WKP yang ditawarkan untuk dilelang, tidak ada badan usaha yang tertarik untuk memasukkan dokumen penawaran.
Baca Juga: Kementerian ESDM yakin UU omnibus law bisa percepat investasi sektor energi
Adapun, ketiga WKP itu adalah, WKP Lainea di Sulawesi Tengah, WKP Gulunggung di Jawa Barat, dan WKP Gunung Wilis di Jawa Timur. "Namun tiga WKP yang dilelang tidak ada yang memasukkan dokumen penawaran," sebut Ida.
Sayangnya Ida mengaku masih belum tahu, apakah lelang ketiga WKP yang tidak laku itu akan dilanjutkan pada tahun ini, atau tidak. "Belum diputuskan. Kita evaluasi kembali, kira-kira apa sih yang membuat nggak menarik," sambungnya.
Ida pun tak menampik skema tarif listrik dari panas bumi dan risiko dari eksplorasi menjadi isu yang disoroti oleh para investor. Oleh sebab itu, Ida mengatakan bahwa pemerintah tengah mengkaji regulasi terkait dua isu tersebut agar bisa semakin menarik investor.
Pasalnya, Peraturan Presiden (Perpres) yang tengah disiapkan untuk mengatur skema tarif dan tata kelola listrik Energi Baru dan Terbarukan (EBT) kemungkinan tidak akan secara rinci memuat subsektor panas bumi. Adapun, pengaturan dan skema tarif panas bumi dikabarkan akan secara khusus diatur dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM.
Baca Juga: Target investasi energi minimal US$ 198 miliar hingga 2024, begini rinciannya
Sayangnya, Ida masih enggan untuk membeberkan poin-poin apa saja yang akan diatur dalam Permen ESDM khusus Panas Bumi itu. Yang jelas, kata Ida, opsi mengenai skema Feed in Tarif atau perhitungan harga berdasarkan biaya produksi, masih menjadi pembahasan. Termasuk mengenai skema eksplorasi panas bumi yang akan dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi risiko yang ditanggung investor.
"Ini yang sedang diformulasikan. Belum tahu nanti diaturnya dalam bentuk Permen ESDM tersendiri atau Perpres EBT juga. Belum tahu nanti seperti apa karena masih dibahas. Kita ingin ada win win solution untuk investor juga," terang Ida.
Ida menekankan, regulasi EBT dan Panas bumi baik dalam bentuk Perpres maupun Permen ESDM ditargetkan bisa segera rampung pada pertengahan tahun ini. Dengan begitu, penawaran WKP bisa lebih cepat digelar.
Sebab, penawaran kelima WKP tahun ini menunggu aturan baru, sehingga bisa menerapkan skema tarif dan skema eksplorasi yang lebih menarik bagi investor. "Pertengahan tahun mudah-mudahan bisa selesai. Kalau nggak (selesai), nggak bisa lelang," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News