kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45908,54   -10,97   -1.19%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kemkeu masih dengar masukan untuk PBB eksplorasi


Senin, 18 November 2013 / 21:34 WIB
Kemkeu masih dengar masukan untuk PBB eksplorasi
ILUSTRASI. BUMN Kimia Farma Buka Lagi Lowongan Kerja, Minimal Lulusan D3 Sila Daftar. ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto/foc.


Reporter: Agustinus Beo Da Costa | Editor: Djumyati P.

JAKARTA. Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Astera Primanto Bhakti mengatakan pihaknya saat ini masih mendengarkan masukan-masukan dari pelaku industri di bidang minyak dan gas terkait dengan pengenaan pajak bumi dan bangunan eksplorasi pada industri migas. "Kita mapping masalah di mana, nanti bagaimana kementerian kasih PBB," ujar Astera Primanto Bhakti di Jakarta, Senin (18/11). 

Sekadar mengingatkan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral dan kalangan industri migas di Indonesia keberatan dengan langkah kementerian keuangan menerapkan pajak bumi dan bangunan yang tinggi bagi kontraktor kerja sama. Wakil Menteri ESDM Soesilo Siswoutomo meminta Kementerian Keuangan untuk tidak menerapkan Pajak Bumi Bangunan pada semua wilayah kerja milik Kontraktor Kerja Sama tetapi hanya di wilayah yang dikerjakan saja. 

Menurut Astera Primanto Bhakti, Pajak Bumi dan Bangunan dikenakan pada pihak yang memiliki dan menguasai suatu wilayah. Namun kebijakan PBB itu masih bisa  disesuaikan dengan kemampuan ekonomi wajib pajak. Jika wajib pajak tidak memiliki kemampuan ekonomi maka mereka bisa meminta pengurangan PBB. "Ada skema di mana dia enggak harus bayar semuanya, ada relaksasinya, tanya saja sama pelaku industrinya," ujarnya. 

Selama ini pemerintah sudah memberikan banyak insentif pajak bagi kontraktor kerja sama terutama pada saat eksplorasi. Sayangnya, di saat kegiatan kontraktor kerja sama sudah masuk tahapan eksploitasi dan menghasilkan pendapatan yang besar, pemerintah sulit untuk mendapatkan pembayaran kembali insentif yang sudah diberikan karena terikat production sharing contract (PSC) yang jangka waktunya panjang. "Kontraktor hanya minta insentif, tetapi setelah dapat benefit, kita minta super profit tax enggak mau," terangnya. 

Karena itu, ia menilai model kontrak PSC harus ditinjau kembali. Pemerintah perlu mencari model kontrak yang sesuai dengan kondisi Indonesia Saat ini kondisi ekonomi seperti inflasi dan selisih kurs yang sangat volatile memerlukan model kontrak yang lebih sesuai. 

Vice President Human Resources, Communications and General Services Total E&P Indonesia Arividya Noviyanto mengatakan pengenaan pajak bumi bangunan (PBB ) pada tahapan eksplorasi akan membuat investor mengerem investasinya di Indonesia. Padahal saat ini Indonesia membutuhkan banyak kegiatan 
eksplorasi di tengah produksi migas yang terus menurun. Dengan adanya banyak ketidakpastian saat ini, perlu ada iklim investasi yang kondusif agar lebih banyak investasi yang masuk. 

Total sendiri menurut Arividya, harus membayar PBB dalam jumlah yang lumayan untuk 3 wilayah kerjanya yang masih dalam tahapan eksplorasi. Tiga wilayah itu adalah West Papua, South West Bird Head dan Mentawai. PBB dikenakan untuk subsurface atau wilayah bawah permukaan laut. 

Bumi dan Bangunan itu akan jatuh tempo pada akhir tahun 2013 ini, tetapi saat ini Total sedang melakukan pembicaraan dengan pemerintah. "Mudah-mudahan pemerintah mau batalkan, eksplorasi harusnya free tax," tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×