Reporter: Agung Hidayat | Editor: Rizki Caturini
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perindustrian (Kemperin) menjabarkan di tahun 2017 lalu pertumbuhan sektor Industri Kimia, Tekstil dan Aneka (IKTA) berada di angka 4,42%. Jumlah ini masih terbilang rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi makro nasional.
Menurut Achmad Sigit Dwiwahjono, Dirjen Industri Kimia, Tekstil dan Aneka (IKTA), pertumbuhan industri petrokimia lebih tinggi dari rata-rata industri lainnya. Tahun lalu pertumbuhan industri petrokimia dari hulu baik pemasok bahan baku plastik sampai pupuk berada di kisaran 7,6%.
Pada tahun 2018 ini pertumbuhan sektor petrokimia diproyeksi masih sama dengan pertumbuhan tahun lalu. "Adapun sektoir IKTA tahun ini sektor dipatok tumbuh 4,75%, ujar Sigit saat konferensi "Indonesia Petrochemical & Plastic Industry Outlook 2018", Senin (5/2).
Sementara kondisi yang tengah dihadapi industri petrokimia saat ini ialah banyaknya jumlah impor. Tahun lalu Kemperin mencatat jumlah produk impor produk petrokimia dari hulu sampai hilir mencapai Rp 220 triliun. Jumlah tersebut hampir memakan porsi 70% dari total impor sektor IKTA.
"Oleh karena itu kami dorong supaya sektor hulu seluruh lini petrokimia menguat," tutur Sigit.
Kemperin menghitung, saat ini kebutuhan akan produk petrokimia mencapai 5 juta ton. Namun produksi di sektor hulu masih sekitar 1 juta ton. Sehingga masih ada minus di kisaran 4 juta ton. "Akibatnya sektor hilir di industri ini masih mengandalkan 90% kebutuhan bahan bakunya dari impor," ujar Sigit.
Kemperin menargetkan dalam waktu lima tahun ke depan produksi nasional dapat memenuhi permintaan tersebut. Selain itu, saat ini Kemperin tengah mendorong keberadaan pabrik petrokimia berbasis gasifikasi batubara. Sayangnya jenis produksi tersebut masih belum banyak diminati perusahaan di dalam negeri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News