kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kemtan kembangkan desa pertanian organik berbasis komoditi


Sabtu, 10 November 2018 / 14:43 WIB
 Kemtan kembangkan desa pertanian organik berbasis komoditi
ILUSTRASI. Petani merontokkan padi dari batangnya saat panen


Reporter: Kiki Safitri | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Direktorat Perlindungan Perkebunan Kementerian Pertanian saat ini telah mengembangkan Desa Pertanian Organik berbasis komoditas perkebunan. Program ini sudah dilakukan di 155 desa yang tersebar di 23 provinsi.

Adapun 8 jenis komoditas binaan yaitu kopi, kakao, teh, kelapa, aren, lada, pala, dan jambu mete organik. Saat ini, kegiatan telah sampai pada tahap pendampingan untuk sertifikasi sebanyak 121 desa dan tahap sertifikasi sebanyak 34 desa dengan 86 pelaku usaha organik. 

Sedangkan untuk potensi poduksinya masing-masing komoditi per tahun yaitu kopi 163 ton, gula aren 23 ton, jambu mete 23 ton, kakao 165 ton, pala 18 ton, teh 43 ton, lada 7 ton dan kelapa 5 ton.

Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Bambang menyebut, dari tahun 2015 hingga tahun 2019 pengembangan desa organik ditargetkan minimal dilakukan di 150 desa. Target ini terbilang tinggi mengingat belum banyak masyarakat yang menghargai keberadaan pangan organik.

Padahal menurutnya, produk organik ini merupakan produk unggul bersertifikat yang mampu mendorong pendapatan masyarakat pelaku pertanian juga.

Untuk produk-produk organik ini telah mulai dilakukan penjajagan pasarnya dengan diluncurkannya ekspor gula serbuk kelapa, gula serbuk aren dan kopi dengan nilai Rp. 14,3 miliar. Beberapa pasar potensial yang akan menjadi tujuan ekspor dari produk organik antara lain negara Polandia, UK, Newzealand, Italia, Philipina, Thailand, Saudi Arabia dan Switzerland.

Digitalisasi perdagangan

Pemasaran produk pertanian organik juga dilakukan melalui pengembangan digitalisasi perdagangan (e-comers). Pengembangan e-comers mulai dilakukan pada petani kopi dan kelapa di Jawa Timur dan Jawa Tengah serta petani aren di Banten.

Dalam pengembangan desa pertanian organik, petani juga mendapat alokasi bantuan alat-alat pengolahan dan ternak ruminansia besar atau ruminansia kecil. Perkembangan ternak ini cukup menggembirakan dengan rata-rata peningkatan populasi ternak dalam setiap tahunnya sebesar 20 %.

Ternak selain menjadi tambahan penghasilan, dapat dimanfaatkan juga untuk memperbaiki kualitas asupan protein bagi petani. Selain itu, limbah kotorannya dapat dijadikan sebagai sumber pupuk dan agen pengendali hayati bagi petani, sehingga tingkat ketergantungan petani terhadap input produksi yang tidak dikuasainya menjadi berkurang. Dengan kata lain terjadi efisiensi di tingkat usaha taninya.

“Misalkan dalam pertanian kakao orgnanik, untuk mengembangkan tanaman unggul yang bersertifikat, ini juga diintegrasikan dengan ternak. Maka selain memproduksi produk pertanian. Mereka (petani) juga memproduksi daging. Diharapkan hal ini mampu meningkatkan populasi ternak hingga 20% per tahun,” tegasnya.

Desa berbasis komoditi sejauh ini mampu mengekspor komoditinya ke berbagai negara. Data Kemtan menyebut, rata-rata ekspor gula serbuk kelapa organik ke Polandia sebanyak 18,5 ton per tahun. Untuk kopi organik ke Filipina, Thailand, Italia, Saudi Arabia, Switzerland mencapai 153,6 ton per tahun. Kopi tersebut diambil dari lahan perkebunan organik di Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Bali, Sumatera Selatan, Jawa Timur, Aceh, Sulawesi Utara dan Lampung.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×