Reporter: Noverius Laoli | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemdag) menaikkan nilai pungutan bea keluar (BK) ekspor crude palm oil (CPO) pada bulan Februari 2017 menjadi US$ 18 per metrik ton (MT). BK tersebut naik drastis dibandingkan dengan pungutan BK bulan Januari sebesar US$ 3 per MT.
Penetapan ini tercantum dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 2 tahun 2017 tentang penetapan harga patokan ekspor (HPE) atas produk pertanian dan kehutanan yang dikenakan BK. Kemdag menetapkan harga referensi CPO kembali mengalami peningkatan dan berada pada level di atas US$ 800 per metrik ton (MT) atau jauh di atas batas kena BK yakni US$ 750 per MT.
Andi W.Setianto Direktur Investor Relation PT Bakrie Sumatera Plantation mengatakan, kenaikan BK CPO ini akan memengaruhi harga acuan CPO di tanah air. Menurutnya, kenaikan BK akan menambah diskon harga jual CPO dan fresh fruit bunches (FFB) lokal yang diterima petani selain juga pungutan CPO fund sebesar US$ 50 per MT. "Namun dikompensasi dengan harga CPO internasional yang sedang menguat," ujarnya kepada KONTAN, Selasa (31/1).
Direktur Keuangan PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJ) Lucas Kurniawan menambahkan, kenaikan harga CPO yang terus meningkat merupakan sesuatu yang postif bagi industri CPO dalam negeri. Namun ia mengakui ada dampak pada ekspor CPO khususnya kenaikan BK yang dipungut pemerintah. Tentu saja ini akan berdampak pada pasar domestik yakni kemungkinan akan banyak produsen yang menjual CPO mereka ke pasar domestik.
"Apabila ekspor berkurang, harga akan semakin baik, sehingga akan terjadi equilibrium harga," tuturnya.
Direktur Eksekutif Dewan minyak sawit Indonesia (DMSI) Iskandar Andi Nuhung mengatakan, kenaikan harga CPO ditingkat global harus dapat dinikmati semua produsen sawit sampai ke tingkat petani. Demikian juga dengan kenaikan BK tidak bisa dibebankan saja ke pihak petani sawit atau perusahaan lokal yang menjual CPO nya ke perusahaan sawit besar.
"Kami mendesak agar pemerintah mengawasi agar dalam pembelian CPO lokal terjadi distribusi margin keuntungan yang proporsional sehingga kenaikan harga CPO dan kenaikan BK CPO juga sama-sama dinikmati dan ditangung semua pihak," harapnya.
Ia mendesak agar pemerintah melakukan pengawasan yang ketat terkait harga CPO di tingkat lokal. Sebab jangan sampai salah satu pihak, misalnya perusahaan ekportir CPO membebankan kenaikan BK kepada petani atau perusahaan kecil sementara kenaikan harga CPO dinikmati sendiri. Jika hal ini terjadi, maka Iskandar menilai akan berdampak pada kelangsungan industri sawit di masa yang akan datang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News