Reporter: Noverius Laoli | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mencatat ekspor crude palm oil (CPO) dan turunnya pada tahun 2016 turun sebesar 5% yakni dari 26,4 juta ton pada tahun 2015 tergerus menjadi 25,1 juta ton di tahun 2016.
Penurunan ekspor terjadi karena permintaan pasar global yang melemah hampir di semua negara tujuan ekspor dan penggunaan CPO untuk program mandatori bahan bakar nabati (B-20) yang telah berjalan secara konsisten.
Direktur Eksekutif GAPKI Fadhil Hasan mengatakan secara nilai, tahun 2016 industri sawit menyumbangkan devisa sebesar US$ 18,1 miliar. Nilai ini mengalami penurunan sebesar 3% jika dibandingkan dengan nilai ekspor minyak sawit 2015 sebesar US$ 18,67 miliar.
Pada tahun 2016, hampir semua negara tujuan utama ekspor minyak sawit Indonesia mengalami penurunan kecuali Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Uni Eropa. AS mencatatkan peningkatan impor minyak sawit dari Indonesia yang signifikan yaitu sebesar 43% atau dari 758,550 ton pada 2015 menjadi 1,08 juta ton di 2016.
"Peningkatan permintaan minyak sawit oleh negara Paman Sam karena adanya perubahan pola penggunaan minyak nabati sejak diterapkannya larangan penggunaan trans fat (lemak trans) dalam produk makanan oleh Badan Administrasi Obat dan Makanan AS (FDA) sejak Juni 2015," ujarnya, Selasa (31/1).
Fadlil menjelaskan, minyak sawit menjadi pilihan sebagai minyak pengganti karena tidak mengandung lemak trans. Peningkatan impor minyak sawit dari Indonesia juga datang dari negara-negara Uni Eropa dengan mencatatkan kenaikan 3% atau dari 4,2 juta ton pada tahun 2015 meningkat menjadi 4,4 juta ton di 2016.
Negara-negara Uni Eropa terus mengkampanyekan minyak sawit tidak sehat akan tetapi ironisnya permintaan terus meningkat tiap tahunnya.
Menurutnya, hal ini menunjukkan kebutuhan akan minyak sawit tidak terelakkan sehingga kampanye yang digencarkan hanya karena persaingan dagang saja.
Sebaliknya negara utama pengimpor minyak sawit asal Indonesia yaitu India, China dan Pakistan mencatatkan penurunan permintaan. China mencatatkan penurunan yang cukup signifikan yaitu sebesar 19% atau dari 3,99 juta ton turun menjadi 3,23 juta ton.
Penurunan permintaan dari Negeri Tirai Bambu ini karena adanya program penggalakan peternakan sehingga China lebih banyak mengimpor kedelai untuk pakan ternak dan mendapatkan suplai minyak dari proses crushing kedelai.
Pakistan membukukan penurunan permintaan minyak sawit di 2016 sebesar 5,5% atau dari 2,19 juta ton turun menjadi 2,07 juta ton di 2016. Sementara itu India hanya membukukan penurunan yang sangat tipis yaitu 0,3% atau dari 5,8 juta ton di 2015 tergerus menjadi 5,78 juta ton di 2016.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News