kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kenaikan Harga BBM dan Pelemahan Rupiah Kerek Biaya Produksi Keramik Hingga 6%


Senin, 03 Oktober 2022 / 18:27 WIB
Kenaikan Harga BBM dan Pelemahan Rupiah Kerek Biaya Produksi Keramik Hingga 6%
ILUSTRASI. Pekerja membuat keramik yang kini produksinya mengalami penurunan sebesar 30 persen akibat tersaingi produk India di sentra industri keramik, Malang, Jawa Timur, Senin (17/6/2019).


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Industri manufaktur Indonesia makin menggeliat. Ini tercermin dari peningkatan Purchasing Managers' Index (PMI) manufaktur Indonesia yang mencapai 53,7 pada bulan September, naik dari 51,7 pada posisi Agustus 2022.

Ketua Umum Asosiasi Aneka Keramik Indonesia (Asaki) Edy Suyanto mengatakan, kinerja industri keramik masih cukup baik dan tumbuh positif hingga September 2022.

Hal ini tercermin dari tingkat utilisasi kapasitas produksi keramik yang tumbuh 79% hingga September 2022, atau meningkat dibandingkan dengan pencapaian sepanjang tahun 2021 sebesar 75%.

Meski secara data Asaki masih menunjukkan pertumbuhan tingkat utilisasi, namun Edy menyebut, Industri Keramik Nasional tentunya harus berupaya untuk mengejar efisiensi internal untuk menekan kenaikan biaya produksi, melakukan inovasi baru dan menggenjot ekspor di tengah pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Baca Juga: Utilisasi Produksi Keramik Nasional Capai 82% di Semester I-2022

"Hal tersebut sebagai langkah antisipasi potensi menurunnya daya beli masyarakat akibat kenaikan inflasi," ujar Edy kepada Kontan.co.id, Senin (3/10).

Untuk itu, Asaki mengharapkan dukungan baik dari pemerintah pusat maupun daerah untuk percepaan penyerapan anggaran belanja dengan pemanfaatan produk keramik dalam negeri.

Di sisi lain, Edy mengatakan, Asaki melakukan stress test terhadap pengaruh perubahan nilai tukar Rupiah di mana sekitar 40% dari total biaya produksi industri keramik menggunakan mata uang dolar AS, seperti pembayaran biaya energi gas, pembelian bahan baku glazur dan pewarna dengan asumsi setiap pelemahan Rupiah 100 point akan berpengaruh terhadap kenaikan biaya produksi sekitar 0,35% hingga 0,4%.

"Dalam menyusun biaya produksi tahun ini, mayoritas industri keramik menggunakan asumsi nilai tukar Rp 14.500 untuk dolar AS dan dengan demikian telah terjadi kenaikan biaya produksi akibat pelemahan Rupiah saat ini sekitar 3%," katanya.

Baca Juga: Asaki Optimistis Volume Produksi Keramik Bisa Tumbuh 15% pada Tahun Ini

Selain pengaruh pelemahan Rupiah, Edy menyebut, kenaikan biaya produksi juga dialami industri keramik pasca kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) September lalu. Secara keseluruhan dirinya mengungkapkan, telah terjadi kenaikan biaya produksi akhir-akhir ini sebesar 5,5% hingga 6% untuk produk keramik.

Meski begitu, Edy mengakui, kenaikan biaya produksi sementara ini masih belum disertai dengan kenaikan harga jual keramik oleh anggota Asaki, lantaran sebelumnya telah dilakukan penyesuaian harga jual pasca penerapan pajak pertambahan nilai (PPN) 11% bulan April lalu.

"Hal tersebut lebih dikarenakan memperhatikan faktor daya beli masyarakat yang semakin tertekan akibat pengaruh inflasi," tandas Edy.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×