Reporter: Dimas Andi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan harga minyak mentah dunia dinilai cukup mempengaruhi kelangsungan bisnis para pelaku industri tekstil dan produk tekstil (TPT).
Merujuk data Bloomberg, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) sudah menembus US$ 121,95 per barel pada Selasa (8/3) pukul 16.30 WIB. Sedangkan harga minyak Brent berada di level US$ 125,93 per barel di waktu yang sama.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengatakan, porsi biaya bahan bakar pada industri TPT sebenarnya berbeda-beda. Di sektor hulu, porsi bahan bakar terhadap total biaya produksi berada di kisaran 25%--27%. Sedangkan di hilir, porsi biaya bahan bakar terhadap total biaya produksi ada di level 8%--10%.
“Di atas kertas, kenaikan harga minyak ini tentu ada pengaruhnya bagi industri garmen,” ujar Redma dalam konferensi pers virtual, Selasa (8/3).
Baca Juga: Fasilitas Restrukturisasi Kredit bagi Industri Tekstil
Salah satu pengaruh kenaikan harga minyak tersebut ada pada sisi daya saing industri garmen. Terutama dalam menghadapi impor produk-produk garmen yang biasanya dihargai murah.
Redma mencontohkan Bangladesh yang bisa menghasilkan produk garmen dengan harga yang kompetitif. Hal ini cukup terbantu karena harga gas industri di sana hanya sekitar US$ 4 per MMBTU. Belum lagi, energi gas juga dipakai untuk listrik bagi industri garmen di Bangladesh, sehingga para pelaku usaha di sana mampu menekan biaya energi menjadi lebih murah.
“Harga gas untuk sektor hulu tekstil sudah US$ 6 per MMBTU. Tapi kalau di hilir masih US$ 9 per MMBTU walau pemakaiannya tidak sebanyak sektor hulu,” kata dia.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) David Leonardi menambahkan, kenaikan bukan hanya terjadi pada minyak mentah, melainkan juga harga komoditas energi lainnya seperti batubara.
Kondisi ini dapat menambah tekanan bagi para pelaku industri garmen, baik di sektor hulu maupun hilir. Produsen garmen pun tidak bisa leluasa menyesuaikan harga jual produknya karena harus bisa bersaing dengan produk impor dan daya beli masyarakat yang belum sepenuhnya pulih.
“Daya beli di masyarakat belum betul-betul membaik walau sekarang sudah dekat dengan momen lebaran,” ujar David.
Baca Juga: Pemerintah Restrukturisasi Kredit bagi Industri TPT
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News