Reporter: Filemon Agung | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menilai ada sejumlah dampak yang mungkin timbul jika tarif royalti batubara bagi perusahaan pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kelanjutan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B).
Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia menjelaskan, karakteristik tambang PKP2B yang akan menjadi IUPK adalah tambang tua, sehingga biaya untuk produksi akan semakin mahal karena harus menggali semakin dalam. Sehingga, besaran tarif royalti akan menentukan kelayakan ekonomi dalam produksi.
Baca Juga: Pelaku usaha menanti keputusan pemerintah untuk penetapan royalti batubara IUPK
"Sehingga jika royalti makin tinggi dampaknya tentu pasti pertama ke cadangan kalau dia tarifnya nanti terlalu tinggi di luar batas kemampuan perusahaan pasti perusahaan akan mengurangi kegiatan pertambangan," jelas Hendra kepada Kontan.co.id, Jumat (12/3).
Hendra melanjutkan, dampak pengurangan produksi juga bakal berujung pada berkurangnya penerimaan negara. Dampak lain yang mungkin timbul yakni pada ketersediaan pasokan untuk kelistrikan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN).
Hendra melanjutkan, ada sejumlah dampak lain yang berpotensi terjadi termasuk untuk kegiatan hilirisasi batubara serta biaya investasi lainnya yang ikut terpengaruh.
Ia memastikan, saat ini pihaknya masih menanti keputusan pemerintah terkait penetapan tarif royalti yang ada.
Yang terang, dalam usulan yang diajukan sebelumnya APBI memastikan ada potensi peningkatan negara sekitar 4%-7% dari IUPK hasil perpanjangan operasi PKP2B merujuk hasil estimasi internal APBI.
Sementara itu, Direktur dan Corporate Secretary PT Bumi Resources Tbk (BUMI) Dileep Srivastava mengungkapkan pihaknya masih menanti kebijakan pemerintah terkait penetapan royalti untuk dua anak usahanya yakni PT Arutmin Indonesia dan PT Kaltim Prima Coal (KPC).
Baca Juga: Insentif hilirisasi batubara diprediksi terealisasi semester II-2021
"Kami menanti keputusan final pemerintah untuk besaran royalti yang akan diaplikasikan," kata Dileep, Jumat (12/3).
Sementara itu, Kontan mencoba mengonfirmasi perkembangan pembahasan royalti ini ke Kementerian Keuangan. Hingga berita ini ditulis, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu masih belum memberikan tanggapan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News