Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Dikky Setiawan
YOGYAKARTA. Kontribusi minyak dan gas (migas) dalam negeri ke produk domestik bruto (PDB) terus menurun selama 40 tahun terakhir, bahkan hingga mencapai 50 persen.
Vice President Human Resources Communications and General Services Total E&P Indonesia Arividya Noviyanto mengatakan, kontribusi migas ke PDB bisa mencapai 50 persen di tahun 1970. Namun di akhir 2012 lalu turun menjadi hanya 28 persen.
"Memang dari sisi persentase terus menurun, tapi ini nilainya masih signifikan," kata Arividya saat Workshop Meliput Industri Hulu Migas di MM UGM Yogyakarta, Sabtu (28/9/2013).
Ia menambahkan, penurunan kontribusi migas ke PDB ini tidak lepas dari produksi minyak dalam negeri yang terus menurun. Dari berbagai operator migas yang ada, memang mereka memiliki banyak sumur migas. Namun ternyata sumur-sumur migas tersebur tidak memiliki produksi.
Hal ini memang tidak seperti di industri lain. Saat industri menambahkan alat untuk mendongkrak bisnisnya, maka pendapatannya langsung meningkat.
"Kalau di industri migas kan beda. Lihat saja blok migas Mahakam yang memiliki 100 sumur. Tapi tidak semuanya berproduksi migas. Tidak seperti industri tekstil yang saat dibelikan mesin, langsung produksi dan pendapatannya melonjak," tambahnya.
Pada 2008 lalu, jumlah kebutuhan energi Indonesia memang masih 5,8 MMBTU. Sementara saat ini kebutuhan energi domestik mencapai 10 MMBTU.
"Konsumsi migas di masyarakat ini terus meningkat. Sementara produksi minyak (lifting) dalam negeri terus menurun. Sehingga otomatis kita harus impor," tambahnya.
Untuk menekan impor bahan bakar minyak (BBM) ini, pemerintah berusaha memanfaatkan energi terbarukan baik bio massa, batubara, gas, geothermal hingga listrik.(Didik Purwanto/Kompas.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News