kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.326.000 1,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kendati Penjualan Tumbuh 3,1% di 2023, Industri Minuman Ringan Masih Rawan Tertekan


Rabu, 13 Maret 2024 / 17:56 WIB
Kendati Penjualan Tumbuh 3,1% di 2023, Industri Minuman Ringan Masih Rawan Tertekan
ILUSTRASI. Industri minuman ringan masih mendapat sejumlah tekanan di tahun 2024


Reporter: Dimas Andi | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Industri minuman ringan Indonesia dinilai masih rentan terhadap berbagai tantangan, kendati sektor ini tetap menyimpan potensi bisnis menjanjikan.

Ketua Umum Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) Triyono Prijosoesilo menyampaikan, secara umum volume penjualan minuman ringan nasional berada di kisaran 7 miliar sampai 8 miliar liter per tahun. Kondisi berbeda terjadi pada 2020 yang bertepatan dengan pandemi Covid-19, di mana penjualan minuman ringan nasional anjlok ke level 6,68 miliar liter.

Khusus tahun 2023, volume penjualan minuman ringan nasional tumbuh 3,1% year on year (YoY) dibandingkan tahun sebelumnya. Penjualan minuman ringan didominasi oleh kategori air minum dalam kemasan (AMDK). Jika kategori tersebut dihilangkan, maka penjualan minuman ringan nasional justru turun 2,6% YoY pada 2023.

Selain AMDK, kategori lainnya yang berkontribusi besar terhadap kinerja industri minuman ringan adalah teh siap saji atau ready to drink (RTD). Sebagai gambaran, pada 2022 silam kategori AMDK dan teh RTD menorehkan penjualan masing-masing 5,33 miliar liter dan 1,40 miliar liter.

Baca Juga: Permintaan Produk AMDK Diyakini Naik Signifikan Selama Bulan Puasa

ASRIM juga menyebut, kinerja industri minuman ringan nasional sebenarnya cenderung stagnan. Ini terlihat dari rata-rata pertumbuhan penjualan minuman ringan nasional dalam tiga tahun terakhir atau compounded annual growth rate (CAGR) yang berada di level 0% atau tidak ada pertumbuhan.

"Industri minuman ringan tampak belum sustain. Struktur industrinya belum kuat karena hanya bergantung pada satu atau dua kategori saja," ujar Triyono dalam konferensi pers, Rabu (13/3).

Industri minuman ringan dihantam oleh berbagai tantangan. Salah satunya adalah krisis geopolitik yang berimbas pada melonjaknya biaya logistik dan gangguan rantai pasok global. Selain itu, kemarau berkepanjangan membuat produktivitas pertanian berkurang sehingga harga bahan baku melonjak.

Sebagai contoh, harga gula naik 16,48% YoY pada 2023. Padahal, pebisnis minuman ringan harus mengimpor gula sebagai bahan baku produksi.

Tekanan juga datang dari inflasi komponen harga pangan yang mencapai 8,47% YoY pada Februari 2024, lebih tinggi dari laju inflasi umum yang tercatat 2,61% YoY. Hal ini berimbas pada tergerusnya daya beli masyarakat. 

"Minuman ringan bukanlah kebutuhan primer, sehingga kondisi daya beli sangat berpengaruh bagi industri ini," tutur Triyono.

Baca Juga: Daya Beli Terpukul di Momen Ramadan, Mampukah Ekonomi Tumbuh pada Kuartal I?

Pengusaha minuman ringan juga menghadapi persaingan bisnis yang ketat seiring menjamurnya minuman ringan non olahan seperti boba drink di Indonesia. Ini merupakan imbas dari perubahan perilaku konsumen minuman ringan, terutama setelah pandemi Covid-19.

Peluang Bisnis 2024

ASRIM meyakini 2024 akan jadi tahun berlanjutnya pemulihan industri minuman ringan nasional. Pertumbuhan penjualan minuman ringan nasional diproyeksikan berada di kisaran 4%--5% pada tahun ini.

Momen Ramadan tentu akan dimaksimalkan oleh para pebisnis minuman ringan. Sebab, penjualan saat Ramadan dapat berkontribusi 30%--40% dari total penjualan minuman ringan di sepanjang tahun.

Lebih lanjut, tren ekspansi industri minuman ringan seperti pembangunan pabrik baru atau penambahan jaringan distribusi diprediksi tetap ramai pada tahun ini, terutama oleh pemain lama yang sudah eksis di Indonesia. Investor baru kemungkinan masih akan wait and see sampai pemerintahan baru mulai berkuasa.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×