Reporter: Vina Elvira | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - NUSA DUA. Industri hulu migas membutuhkan investasi sebesar US$ 179 miliar demi membuka potensi migas Indonesia di masa mendatang.
Untuk itu, dibutuhkan investasi yang tak sedikit dan partisipasi aktif dari para pelaku domestik maupun internasional dalam mendukung pertumbuhan industri migas ke depan.
"Investasi yang signifikan dan partisipasi aktif dari pelaku domestik dan internasional diperlukan untuk “membuka” potensi migas kita. Menyadari hal tersebut, pemerintah Indonesia telah menunjukkan komitmennya untuk bekerja sama dengan para kontraktor," kata Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto dalam pembukaan 3rd International Convention of Indonesia Upstream Oil and Gas 2022 (IOG 2022), di Bali Nusa Dua Convention Centre pada Rabu (23/11).
Sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat, Indonesia diprediksi akan menjadi ekonomi terbesar ke-4 dunia pada tahun 2030. Untuk mendukung pertumbuhan ekonomi tersebut, Indonesia membutuhkan lebih banyak energi. Dengan demikian, energi terbarukan bakal memainkan peran penting di masa depan.
Baca Juga: Dewan Energi Nasional: Indonesia Masih Tahan Krisis Energi Global
Namun, industri migas saat ini masih perlu memaksimalkan nilai sumber daya minyak, khususnya gas, guna memastikan keamanan dan keterjangkauan energi sembari memenuhi net zero emissions.
"Industri hulu migas berupaya mencapai visi produksi minyak 1 juta BOPD dan produksi gas 12 BSCFD pada tahun 2030," tuturnya.
Dia melanjutkan, visi tersebut kemudian diterjemahkan ke dalam lima strategi utama, di antaranya, mengoptimalkan produksi lapangan yang ada, transformasi sumber daya kontingen menjadi produksi, mempercepat Enhanced Oil Recovery (EOR) kimiawi, mendorong kegiatan eksplorasi migas.
"Serta, percepatan peningkatan regulasi melalui One Door Service Policy (ODSP) dan insentif hulu migas," jelasnya.
Dwi juga menyebut akan ada multiplier effect dari implementasi visi tersebut. Di mana, dampaknya tidak hanya dari proyeksi penerimaan negara tetapi juga dapat berdampak besar terhadap upaya pertumbuhan ekonomi nasional dan daerah.
"Oleh karena itu, yang sebelumnya dianggap sebagai "industri matahari terbenam", kini industri minyak dan gas berubah menjadi "industri matahari terbit"," imbuhnya.
Baca Juga: SKK Migas Dorong Pemberian Kepastian Investasi untuk Pelaku Usaha Pengeboran
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News