kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Ketidakpastian industri CPO, APM truk ringan dan medium fokus bidik sektor logistik


Kamis, 15 Agustus 2019 / 19:35 WIB
Ketidakpastian industri CPO, APM truk ringan dan medium fokus bidik sektor logistik
ILUSTRASI. Truk Fuso


Reporter: Muhammad Julian | Editor: Azis Husaini

KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Meski sempat terangkat oleh isu perang dagang antara Amerika Serikat dan China di semester I 2019, industri minyak sawit dalam bentuk crude palm oil (CPO) dan turunannya masih menghadapi ketidakpastian di semester II 2019 akibat adanya beberapa sentimen global.

Menanggapi kondisi ini, sejumlah Agen Pemegang Merk (APM) seperti misalnya PT Isuzu Astra Motor Indonesia (IAMI) memutuskan untuk menfokuskan penjualan truk ringan dan medium pada sektor transportasi dan logistik.

Baca Juga: Pemerintah Indonesia sudah sampaikan tanggapan atas tuduhan subsidi UE

“Sektor ini relatif lebih stabil,“ ujar General Manager Marketing PT IAMI, Attias Asril kepada Kontan beberapa waktu yang lalu.

Dengan kondisi yang demikian, IAMI optimis tidak perlu melakukan revisi terhadap target penjualan truk ringan dan medium yang sudah ditetapkan di awal tahun. Sikap optimis ini juga didorong oleh berakhirnya tahun politik pada beberapa waktu yang lalu.

Sebagai informasi, IAMI memiliki target penjualan sebanyak 17.200 unit untuk truk ringan dan 5.250 unit untuk truk truk medium. Menurut Asril, realisasi penjualan truk ringan masih di bawah 50%. Sementara itu, realisasi penjualan truk medium sudah melebih 55% dari target penjualan.

Strategi yang sama juga dilakukan oleh PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors (KTB). Marketing Director PT KTB, Duljatmono, mengatakan KTB akan terus berupaya untuk mendorong permintaan truk ringan dan medium untuk sektor logistik.

Hal ini didasarka oleh sejumlah pertimbangan. Pertama, Duljamono menilai sektor logistik memiliki tren pertumbuhan yang cenderung terus meningkat. Hal ini bisa dilihat dari tren pertumbuhan sektor riil pada awal tahun 2019 hingga lebaran 2019 yang cenderung positif.

Selain itu, sektor logistik juga memiliki kontribusi yang paling besar dalam penjualan truk ringan dan medium KTB. Menurut Duljatmono, kontribusi penjualan truk ringan dan medium untuk sektor logistik bisa mencapai 50% hingga 55%.

Persentase ini relatif jauh lebih besar apabila dibandingkan dengan kontribusi sektor pertambangan dan perkebunan yang hanya mencapai 5% hingga 10%.

Dengan kondisi yang demikian, Duljatmono mengatakan bahwa KTB belum memiliki rencana untuk merevisi target penjualan yang sudah ditetapkan. Meski begitu, Duljatmono menambahkan bahwa KTB akan terus mempelajari tren pasar global untuk melihat peluang-peluang dan tantangan yang ada.

“Bagaimana pun permintaan truk ringan dan medium memiliki keterantungan terhadap permintaan komoditas, selain juga dipengaruhi pertumbuhan ekonomi tentu saja,“ jelas Duljatmono kepada Kontan pada beberapa waktu yang lalu.

Catatan saja, sektor industri minyak sawit memang tengah menghadapi ketidakpastian. Berdasarkan pola yang ada pada tahun-tahun sebelumnya, angka permintaan CPO memang cenderung mengalami kenaikan di semester II.

Namun demikian, prospek penjualan ekspor CPO memiliki situasi yang berbeda di semester II 2019 dikarenakan adanya ketidakpastian akibat sejumlah sentimen global.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) bahkan memprediksi ekspor CPO dan turunannya berpotensi mengalami penurunan. Adapun beberapa sentimen global yang dimaksud di antaraya meliputi mengetatnya persaingan ekspor di pasar India serta tindakan diskriminasi terhadap produk biodiesel Indonesia oleh Uni Eropa.

Tindakan diskriminasi oleh Uni Eropa dilakukan dengan memberlakukan tarif bea masuk antisubsidi (BMAS) sebesar 8%-18% atas dasar tuduhan adanya pemberian subsidi oleh Pemerintah terhadap produk biodiesel dalam negeri.

Ketentuan ini diberlakukan pada 14 Agustus 2019. Ketentuan ini berlaku selama empat bulan setelah ditetapkan dan bisa diperpanjang menjadi lima tahun.

Berdasarkan perkembangan terkahir, Pemerintah Indonesia tengah menyiapkan diri untuk melayangkan gugatan terhadap Uni Eropa di World Trade Organization (WTO).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×