kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Keuntungan perusahaan taksi mampet tersumbat kemacetan


Rabu, 06 Juli 2011 / 10:08 WIB
Keuntungan perusahaan taksi mampet tersumbat kemacetan
ILUSTRASI. Bursa efek indonesia IHSG diproyeksikan menguat, ini rekomendasi saham untuk perdagangan Senin (15/6).KONTAN/akhmad suryahadi


Reporter: Maria Rosita | Editor: Rizki Caturini

JAKARTA. Kemacetan di Jakarta ternyata bukan hanya mengesalkan pengguna jalan raya saja, namun juga merugikan pengusaha angkutan umum. Dengar saja keluhan pebisnis taksi.

Perusahaan dan sopir taksi mengaku keuntungan semakin berkurang karena jalanan macet. Saat macet, biaya operasional membengkak, sedangkan pendapatan malah menyusut.

PT Express Transindo Utama (Express Group) mencatat pertumbuhan omzet 20%-30% pada semester I-2011. Namun, laba bersih perusahaan taksi ini menyusut. "Karena biaya perawatan dan spare part per taksi naik lebih dari 30%," keluh Daniel Podiman, Presiden Direktur Express Group, tanpa merinci, Selasa (5/7).

Kenaikan biaya itu karena, kemacetan menyebabkan kendaraan lebih boros onderdil. Selain itu, biaya bahan bakar mobil (BBM) juga semakin besar. "Normalnya, taksi hanya menghabiskan 20 liter per hari, tapi karena macet bisa sampai 30 liter per hari," jelas Daniel.

Teguh Wijayanto, Juru Bicata PT Blue Bird, menambahkan, selain macet, dampak banjir yang sering terjadi juga semakin membebani biaya overhead atawa operasional kendaraan. Umur mesin dan onderdilnya semakin pendek. "Oli yang semestinya habis pada saat mencapai jarak tempuh 4.000 kilometer, harus ganti lebih awal. Itu termasuk untuk kampas kopling dan rem lebih cepat habis karena macet," kata Teguh.

Masalah lagi, kemacetan juga menurunkan pendapatan setiap armada. Saat jalanan lancar, rata-rata setiap sopir taksi dapat penumpang 15 kali per hari. Hasilnya, sopir bisa membawa pulang uang Rp 500.000-Rp 600.000 per hari, Rp 160.000-Rp 260.000 di antaranya diserahkan ke kantor sebagai setoran. "Kini, dalam sehari maksimal hanya 13 kali angkut dengan pendapatan maksimal Rp 400.000 per hari," papar Daniel.

Hal yang sama dikemukakan Mintarsih A. Latief, Direktur Utama PT Gamya Taksi Grup. Ia menyatakan, satu taksi bisa mendapat tiga penumpang dalam satu jam saat jalanan lancar. Namun saat terjadi kemacetan rata-rata hanya meraih satu penumpang. "Kemudian di hari Minggu turun 20% karena pelanggan lebih suka naik kendaraan pribadi," ungkap Mintarsih.

Maka tidak aneh kalau menurut Mintarsih, sejumlah perusahaan taksi melego sebagian armada angkutannya karena penurunan omzet dan laba. Sayangnya, ia enggan membeberkan nama perusahaan itu. "Yang pasti, kondisi sekarang sudah tidak sehat lagi," tandas Mintarsih.

Daniel mengakui bila kondisi ini terus dibiarkan, target pertumbuhan laba 30% tahun ini sulit tercapai. Oleh karena itu, mereka siap mengembangkan bisnis baru untuk mencapai target tersebut. "Kami akan ekspansi ke medium bus mulai tahun ini," ucap Daniel. Nantinya, medium bus itu untuk melayani angkutan antarkota, sehingga menambah pendapatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×