Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
Sebelumnya, pada tahun 2018 lalu, KAEF pernah melakukan ekspansi bisnis ke Arab Saudi dengan mengakuisisi saham Dawaa Medical Limited Company (Dawaa), salah satu anak perusahaan Marei Bin Mahfouz (MBM) Group yang bergerak di bidang kesehatan.
KAEF memiliki 60% saham Dawaa dan mendirikan perusahaan patungan (joint venture) bernama Kimia Farma Dawaa. Perusahaan ini pun telah menjadi entitas anak di Kimia Farma Group. Tak hanya itu, KAEF juga berambisi mengembangkan bahan baku obat (BBO) atau Active Pharmaceutical Ingredient (API) dalam rangka mengurangi tingkat impor produk tersebut.
Direktur Umum dan Human Capital KAEF Dharma Syahputra mengatakan, tahun 2020 lalu pihaknya telah menurunkan tingkat impor API sebesar 3,10% untuk produk seperti Simvastatin, Atorvastatin, Clopidogrel, dan Entecavir.
Adapun di tahun 2021, KAEF menargetkan penurunan impor API sebesar 6,96% untuk produk seperti Efavirenz, Lamivudine, Zidovudine, dan Tenofovir. Target penurunan impor API akan terus ditingkatkan pada tahun-tahun mendatang hingga mencapai 21,42% pada tahun 2024 nanti.
Dia menyebut, pada tahap awal produksi API KAEF ditargetkan untuk pasar domestik sebagai substitusi impor. Potensi penjualan dan pengurangan impor sekitar 21,42% dapat tercapai jika API yang diproduksi KAEF dapat dimanfaatkan secara optimal oleh industri farmasi dalam negeri.
“Peningkatan skala ekonomi dilakukan melalui penetrasi pasar global dan sebagai langkah awal akan menyasar Asia Tenggara,” pungkasnya.
Selanjutnya: Kimia Farma (KAEF) mencetak penjualan Rp 10 triliun pada tahun 2020
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News