kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Kinerja bisnis pupuk Pusri terhantam kurs rupiah


Senin, 16 Maret 2015 / 11:45 WIB
Kinerja bisnis pupuk Pusri terhantam kurs rupiah
ILUSTRASI. Apotek Kimia Farma di Jakarta Utara.


Reporter: Francisca Bertha Vistika | Editor: Uji Agung Santosa

JAKARTA. PT Pupuk Sriwidjaja Palembang (PUSRI) memproyeksikan penjualannya di kuartal I-2015 ini akan sama dengan periode yang sama tahun lalu. Kondisi rupiah yang tidak stabil menjadi alasan. 

Sebagai catatan, pada kuartal I-2014, Pusri memperoleh pendapatan dari tiga produk. Pertama, pupuk urea dengan skema public service obligation (PSO) atau bersubsidi. Perusahaan mampu menjual 320.891 ton di harga Rp 1.800 per kilogram (kg). Itu artinya, penjualan jenis ini Rp 577,60 miliar.

Kedua, pupuk urea non-pso mencapai 120.462 ton. Dengan harga rata-rata US$ 310-325 per ton itu artinya bisa mengantongi penjualan US$ 37,34 juta hingga US$ 39,15 juta. Dan yang terakhir menjual pupuk amonia dengan harga US$ 400 ton. Sayangnya, tidak ada angka penjualan pupuk ini.

"Kuartal I tahun ini perkiraan kami akan hampir sama dengan tahun lalu, karena kondisi kurs yang masih tidak stabil. Ditambah lagi tahun ini harga jual internasional turun," kata Corporate Secretary Pusri, Zain Ismed pada KONTAN, Senin (16/3).

Ismed mengatakan bahwa pihaknya harus mengalami kerugian kurs lantaran nilai tukar rupiah kembali melemah di angka 13.000. Apalagi Pusri juga harus membeli gas alam dengan mata uang dollar AS. Pembelian gas alam menyumbang 70% dari harga pokok produksi biaya bahan baku. Sebagai catatan, Pusri membutuhkan gas alam sekitar 225 MMBTU untuk produksi pupuk  tiap bulannya.

Meskipun bahan baku ini berasal dari Indonesia, tetapi pembayarannya dengan dollar dan disesuaikan dengan nilai tukar yang ada. "Kalau saja gas alam itu bisa dibayar rupiah, tentu kondisinya tidak seberat ini. Rupiah 13.000 tidak masalah kalau gas alam bisa dibayar dengan rupiah, " jelas Ismed. Dirinya berharap, harga gas alam bisa menggunakan rupiah, tetapi sayangnya semua itu kebijakan pemerintah.

Sudah harus menanggung kerugian kurs, Ismed bilang harga jual internasional pun harus mengalami penurunan. Jika tahun lalu harganya masih berkisar di angka US$ 310 - US$ 325 per ton, sekarang ini dibawah US$ 300.

"Ada kerugian kurs tapi kami tidak bisa menaikan harga, karena harganya sudah ditetapkan secara internasional. Sekarang ini harganya hanya sekitar US$ 280 - US$ 300 ton," kata Ismed.

Untung saja, produk yang mengikuti harga internasional ini hanya sekitar 20%. Pusri masih banyak berharap dari pupuk urea dengan skema PSO yang harganya disubsidi oleh pemerintah. Ismed bilang, saat ini pihaknya tidak ada strategi khusus menghadapi gejolak rupiah dan harga internasional. Perusahaannya hanya bisa menerima akibat dari kerugian kurs itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×