Reporter: Dimas Andi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Kino Indonesia Tbk (KINO) mengaku, kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat mempengaruhi prospek kinerjanya di tahun ini.
Direktur KINO Budi Muljono menyampaikan, sebagaimana industri secara umum, prospek kinerja KINO akan bergantung pada laju penularan kasus Covid-19 di Indonesia, termasuk kebijakan penanganan pandemi di dalam negeri.
Walau tidak disebut secara gambling, penerapan PPKM Darurat disebut akan menyebabkan penurunan penjualan di beberapa segmen bisnis KINO yang bergantung pada aktivitas dan daya beli masyarakat.
“Kami akan tetap fokus pada produk yang masih dibutuhkan di masa pandemi ini yang berhubungan dengan kesehatan dan kebersihan,” ungkap Budi, Senin (19/7).
Baca Juga: Kino Indonesia (KINO) akan bagikan dividen tunai Rp 17,14 miliar
Meski dikenal sebagai produsen minuman anti panas dalam bermerek Cap Kaki Tiga, KINO juga punya produk obat-obatan seperti sirup herbal Lola Remedios, plester kompres Q-Life, Kapsul Dua Dewi Samurat, Balsem Cap Kaki Tiga.
KINO juga memiliki produk sabun cuci tangan merek Sleek dan hand sanitizer dengan merek Instance.
Budi mengaku, beberapa produk yang berhubungan dengan kesehatan terbukti mampu bertahan dan tumbuh lebih baik penjualannya dibandingkan produk lain.
Dengan kondisi seperti saat ini, Manajemen KINO masih menargetkan pertumbuhan penjualan sekitar 10% dan laba bersih sekitar 50%.
Di sisi lain, KINO masih hati-hati dalam meluncurkan varian produk baru. Kelangsungan agenda tersebut akan sangat bergantung pada perkembangan situasi pasar.
KINO juga terus memonitor perkembangan pandemi Covid-19 baik di Indonesia maupun negara-negara lain, termasuk efeknya terhadap bisnis perusahaan.
“Keadaan saat ini seharusnya tidak berlangsung sangat panjang, tergantung dari kesadaran kita semua menerapkan protokol kesehatan,” ujar dia.
Manajemen KINO juga tetap menjajaki peluang ekspor produk ke luar negeri. Dalam beberapa tahun terakhir, kontribusi penjualan ekspor KINO berada di kisaran 5%--10%. Angka tersebut kemungkinan tetap berlaku pada tahun ini.
Menurut Budi, permintaan ekspor relative mirip dengan kondisi di dalam negeri. Dalam hal ini, ketika terjadi lonjakan kasus di suatu negara tujuan ekspor, maka permintaan dari negeri tersebut akan berkurang. Permintaan baru akan pulih seiring meredanya kasus Covid-19 di negara tersebut.
Pihak KINO lantas selalu melakukan evaluasi terhadap produk-produk yang dapat diterima dengan baik di luar negeri.
Baca Juga: Ini jadwal pembagian dividen Kino Indonesia (KINO)
“Dari situ, kami juga berupaya agar dapat meningkatkan penjualan produk di negara-negara tersebut serta memperluas lagi ke wilayah lain yang memiliki karakteristik pasar yang mirip,” terang Budi.
Dalam catatan Kontan.co.id, kontributor utama ekspor KINO berasal dari Asia Tenggara dan Asia Timur.
Sementara itu, Budi belum bisa menyampaikan serapan belanja modal atau capital expenditure (capex) KINO sampai semester I-2021. Sebelumnya, KINO menyediakan capex sekitar Rp 200 miliar—Rp 250 miliar di tahun ini untuk keperluan efisiensi dan penyegaran mesin produksi.
Dana capex tersebut berasal dari kas internal dan pinjaman perbankan yang telah didapatkan sejak tahun lalu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News