Reporter: Tane Hadiyantono | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kematian massal ikan di danau Toba yang terjadi tahun ini diperhitungkan telah mencapai volume 200 ton yang disebabkan oleh minimnya perawatan pada area danau tersebut. Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan menerapkan langkah rekomendasi kalender prediksi dan alur penanganan.
Sjarief Widjaja kepala Badan Riset dan Sumber Daya Manusia dari KKP menyatakan, telah terjadi pencemaran dan sedimentasi yang besar di Danau Toba akibat aliran dari sungai sekitar dan penumpukan pakan ikan di sejumlah titik yang memiliki konsentrasi Karamba Jaring Apung (KJA).
"KJA idealnya di perairan di atas 50 meter (m), ada yang telah terjadi penumpukan pakan dan tinggal berjarak 20 meter," katanya, Kamis (13/9).
Penurunan kualitas ekosistem Danau Toba tak hanya disebabkan oleh penumpukan pakan tersebut. Slamet melanjutkan, sebenarnya juga dikarenakan oleh pencemaran dari sungai, pemukiman sekitar, buangan dari sawah dan limbah pupuk dan perhotelan yang masuk ke danau.
Akibatnya, selain kualitas air menjadi kotor, hal ini menyebabkan tanaman eceng gondok kian subur karena mendapat pupuk, hasilnya oksigen jadi diserap besar oleh tanaman yang makin banyak tersebut.
Kemudian walau tak memiliki data jumlah KJA yang beroperasi aktif di Danau Toba, tapi Slamet menyatakan terdapat indikasi produksi ikan budidaya di area tersebut telah mencapai batas maksimal di 80.000 ton. Padahal, menurut rekomendasi BRSDM, daya dukung produksi danau Toba sebaiknya di kisaran 45.000 - 65.000 ton.
Slamet melanjutkan, potensi kerugian yang terjadi dari kematian tersebut adalah dengan mengasumi kerugian per kilogram mencapai Rp 25.000. Sehingga dengan kematian massal mencapai 200 ton, rugi bisa mencapai Rp 5 milyar rupiah.
Terkait efeknya ke angka perikanan budidaya nasional, Slamet menyatakan kerugian 200 ton relatif kecil dibandingkan perkiraan produksi tahun ini yang bisa mencapai kisaran 9 juta ton. "Ini tidak akan terlalu pengaruh ke angka produksi ikan budidaya nasional, tapi ke masyarakat lokal jelas akan sangat berpengaruh," katanya.
Untuk menanggulangi hal ini, BRSDM akan menerapkan sejumlah langkah preventif. Pertama adalah sosialisasi Kalender Prediksi, kedua adalah Skema Alur Penanangan ekosistem berbasis Culture Based Fisheries (CBF).
Melalui kalender prediksi, BRSDM akan menghimbau peternak budidaya ikan di Danau Toba untuk membatasi masa penananamn benih dan panen pada periode Februari hingga Juni saja. Sisanya akan digunakan untuk memulihkan kondisi danau.
Kemudian melalui CBF, masyarakat dan komunitas akan didorong untuk menebar benih ikan secara bebas tanpa menggunakan karamba, tapi panen tetap dapat dilakukan secara berkala dan pasti.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News