kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.508.000   10.000   0,67%
  • USD/IDR 15.930   -61,00   -0,38%
  • IDX 7.141   -39,42   -0,55%
  • KOMPAS100 1.095   -7,91   -0,72%
  • LQ45 866   -8,90   -1,02%
  • ISSI 220   0,44   0,20%
  • IDX30 443   -4,74   -1,06%
  • IDXHIDIV20 534   -3,94   -0,73%
  • IDX80 126   -0,93   -0,74%
  • IDXV30 134   -0,98   -0,72%
  • IDXQ30 148   -1,09   -0,73%

Komisi VII DPR Janjikan UU Energi Baru Terbarukan Selesai Paling Lambat Awal 2024


Selasa, 24 Oktober 2023 / 14:37 WIB
Komisi VII DPR Janjikan UU Energi Baru Terbarukan Selesai Paling Lambat Awal 2024
ILUSTRASI. UU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) diharapkan segera selesai di akhir tahun ini atau paling lambat di awal 2024. ANTARA FOTO/Anis Efizudin/tom.


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi VII DPR RI mengupayakan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (UU EBET) segera selesai di akhir tahun ini atau paling lambat di awal tahun depan. Diharapkan kebijakan ini dapat mendorong pengembangan pembangkit energi hijau yang lebih masif di Indonesia. 

Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto menjelaskan, setelah melakukan diskusi terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) EBET, dari 573 Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang ada hingga saat ini pembahasan sudah sampai pada 360 DIM. 

“Semoga akhir tahun ini dan awal tahun depan sebelum periode DPR ini sudah kita selesaikan UU EBET ini,” ujarnya di acara “Pathways to a Prosperous Indonesia Powered by Renewable Energy” How Team Europe can Support a Just Energy Transition in Indonesia di Jakarta, Selasa (24/10). 

Baca Juga: Tahun Ini, Revisi Kebijakan Energi Nasional (KEN) Diharapkan Rampung

Sugeng bercerita perihal molornya UU EBET dari target awal. Seharusnya peraturan ini ditargetkan tuntas  sebelum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Bali pada November 2022. Namun, pemerintah dalam hal ini Kementerian ESDM, terlambat menyerahkan DIM atau setelah G20. Alhasil hingga kini proses perancangan UU EBET masih terus bergulir. 

Jika sudah rampung, Sugeng menyatakan, beleid energi bersih ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem bagi tumbuh kembangnya proyek energi baru terbarukan di Indonesia. 

Hal ini penting karena sampai saat ini pasokan energi di dalam negeri masih mayoritas bersumber dari fosil, yakni batubara, minyak, dan gas. 

Sugeng memberikan gambaran, di sektor kelistrikan dari 77,4 GW sebanyak 67,2% listrik masih dipasokan dari PLTU yang spesifikasi batubaranya merupakan kalori cukup rendah yakni 4.200 - 4.600 kcal/kg GAR. Alhasil, pembangkit batubara menjadi salah satu sumber pencemar udara. 

“Namun demikian, kita sebagai Komisi VII terus mengupayakan bersama pemerintah bagaimana target NZE di 2060 tetap tercapai,” terangnya. 

Namun di tengah tekanan ke energi yang lebih bersih,  Indonesia juga tengah dilanda dilema. Demi menjadi negara maju, dibutuhkan pasokan energi yang sangat besar. Namun sekarang tingkat elektrifikasi perkapita di dalam negeri masih rendah dibandingkan negara di ASEAN dan itupun sumber listriknya dipasok dari energi kotor. 

Di saat yang bersamaan Indonesia harus mengupayakan pembangunan pembangkit EBT untuk memenuhi kewajiban transisi energi hingga 2060. 

Beruntung, lanjut Sugeng, Indonesia memiliki sumber daya alam (SDA) melimpah yang bisa dimanfaatkan untuk pembangkit energi terbarukan seperti matahari, air, angin, hingga panas bumi. Namun itu dirasa belum cukup karena kebutuhan energi Indonesia diprediksi kurang lebih mencapai 450 GW pada 2060 di mana hari ini baru tersedia 77,4 GW. 

“Maka tidak bisa tidak kalau mau mencapai target nol emisi, harus ada pembangkit nuklir. Itulah yang kita siapkan juga di dalam UU EBET,” jelasnya. 

Dia memaparkan, UU EBET merupakan payung besar bagi kebijakan-kebijakan yang terkait dengan energi baru dan energi terbarukan. Di mana nantinya akan ada berbagai instrumen kebijakan yang merupakan aturan turunan dari UU EBET, yakni Peraturan Pemerintah (PP) atau Peraturan Menteri (Permen). 

Salah satu yang akan diterbitkan ialah peraturan mengenai konversi energi. Dia menjelaskan, Indonesia harus didukung berbagai sumber energi di mana akan dihitung skala prioritasnya berikut insentif dan disinsentif. 

Baca Juga: Kementerian ESDM Ingin Perkuat Keamanan Pembangkit Nuklir (PLTN) di RUU EBET

“Dalam aturan konversi energi ini akan diatur roadmap atau peta jalan agar target-target jangka pendek hingga panjang jelas, disusul potensi yang ada dan didukung oleh seluruh stakeholder,” terangnya. 

Selain menyusun UU EBET, saat ini DPR bersama dengan Dewan Energi Nasional (DEN) akan merumuskan kembali target-target bauran energi karena target saat ini dinilai sudah tidak lagi relevan. Menurutnya target bauran energi 23% di 2025 mustahil untuk dicapai karena sudah mendekati tahun politik, semua fokus pada pemerintah, tidak lagi fokus pada transisi energi.

Rumusan kembali target bauran energi ini akan berbentuk Kebijakan Energi Nasional (KEN) baru yang mengakselarasi target penambahan pembangkit energi baru terbarukan (EBT) sesuai dengan target nol emisi di 2060 dan pertumbuhan ekonomi.  

Sebagai informasi, tenggat waktu bauran energi di dalam KEN baru akan diubah menjadi 2030 dan 2060, bukan lagi 2025 dan 2050. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×