Reporter: Tim KONTAN | Editor: Ridwal Prima Gozal
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Hampir semua negara di dunia sedang bertransisi menuju penggunaan energi bersih. Energi fosil lambat laun akan direduksi dan digantikan oleh sumber energi baru terbarukan.
Energi ramah lingkungan yang rendah emisi ini akan menjadi tumpuan sumber tenaga penggerak segala sendi kehidupan masa depan dunia.
Indonesia sangat kaya akan energi terbarukan. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) potensi dari energi terbarukan diperkirakan lebih dari 400.000 Mega Watt (MW), 50% diantaranya atau sekitar 200.000 MW adalah potensi energi surya. Sementara pemanfaatan energi surya sendiri saat ini baru sekitar 150 MW atau 0,08% dari potensinya.
Presidensi G20 Indonesia menjadi momen yang tepat untuk percepatan transisi energi dan semua pihak diharapkan memberikan kontribusinya. Pertamina melalui Subholding Power and New Renewable Energy (Pertamina NRE) terus melakukan transisi energi dengan memperluas portfolio energi hijau, beberapa di antaranya meliputi energi panas bumi, solar PV, biogas atau biomasa, serta partisipasi dalam ekosistem EV.
Chief Executive Officer Pertamina NRE Dannif Danusaputro mengatakan bahwa Pertamina berperan aktif dalam momentum G20 dengan ditunjuknya Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati sebagai Chairwoman Task Force Energy, Sustainability and Climate (ESC) dalam The Business 20 atau dikenal B20 yang merupakan outreach group dari G20 yang mewakili komunitas bisnis internasional.
Pertamina memiliki beberapa project transisi energi unggulan yang akan menjadi showcase dalam G20, antara lain EV ecosystem di mana Pertamina NRE berpartisipasi bersama Patra Niaga, solar PV di 200 SPBU Pertamina di Bali, pilot plant pembangkit listrik panas bumi binary di area Lahendong, dan PLTS di internal Pertamina, di antaranya di Wilayah Kerja Rokan sebesar 25 MW untuk tahap awal dan di Kilang Plaju. Semua showcase project G20 tersebut berpotensi menurunkan emisi karbon sebesar 60 ribu metrik ton per tahun.
Akses, Teknologi dan Pendanaan
Pemerintah melalui Kementerian ESDM telah memaparkan fokus isu transisi energi dari keamanan energi hingga teknologi dalam forum pembahasan dan kerja sama di KTT G20.
Pada pilar transisi energi, Indonesia akan mengangkat tiga isu prioritas, yaitu akses, teknologi, dan pendanaan. Dannif mengatakan ketiga hal isu tersebut sangat relevan dalam menjawab tantangan transisi energi.
Dari segi akses masih belum optimal karena harga energi terbarukan masih lebih sedikit mahal ketimbang bahan fosil. Diperlukan pengembangan teknologi untuk bisa mencapai harga yang kompetitif. Berkaitan dengan isu teknologi, kerja sama dengan pemain industri global akan memberikan akses terhadap teknologi yang lebih maju.
Isu prioritas ketiga adalah pendanaan. Transisi energi tentu membutuhkan proyek-proyek baru, maka dari itu dibutuhkan pula investasi yang baru.
"Saat ini fasilitas pendanaan cukup banyak, namun yang lebih dibutuhkan adalah pendanaan dengan tenor yang panjang, karena proyek energi baru dan terbarukan adalah proyek jangka panjang, sekitar 20 hingga 30 tahun. Dengan tenor yang panjang maka akan membantu dari segi keekonomian proyek," jelasnya.
Strategi Menghadapi Kompetisi
Dengan potensi energi baru dan terbarukan yang melimpah, banyak pemain global yang melirik Indonesia. Diperlukan strategi yang jitu untuk memenangkan kompetisi di industri ini. Dannif menjelaskan bahwa beberapa sektor di industri energi terbarukan memiliki kompetisi yang tinggi dikarenakan barrier to entry yang rendah, misalnya solar PV rooftop di mana proyeknya berjangka pendek dan berskala relatif kecil. Sedangkan untuk sektor seperti panas bumi dan hydro skala besar membutuhkan kemampuan besar dari segi pendanaan, teknis, dan korporasi.
Begitu juga dengan EV, untuk industri EV roda dua memiliki barrier to entry rendah sehingga kompetisi cukup tinggi. Sedangkan untuk EV passenger car dan kendaraan niaga masih memiliki peluang yang lebih besar bagi masuknya pemain baru.
“Pertamina melihat semua peluang di setiap segmen sehingga mengetahui mana yang lebih mudah atau sulit untuk dilakukan penetrasi,” ujarnya.
Dannif melanjutkan bahwa upaya lain untuk meningkatkan daya saing adalah dengan berkolaborasi dengan strategic partner yang memiliki teknologi, pengalaman, supply chain connectivity, serta akses pendanaan.
Dengan peningkatan daya saing, Pertamina NRE menargetkan lima tahun ke depan mencapai kapasitas terpasang 10 GW. Sedangkan untuk tahun ini saja target Pertamina NRE mencapai di atas 100 MW.
Menyiapkan Talenta Terbaik
Salah satu bagian terpenting dari transisi energi secara berkesinambungan adalah menyiapkan talenta. Secara umum industri energi baru dan terbarukan adalah industri yang relatif baru terutama di Indonesia serta teknologinya masih terus berkembang, sehingga belum banyak talenta yang memiliki pengalaman tinggi.
“Saya memandang ini bukan sebagai tantangan melainkan peluang terutama bagi generasi muda yang memiliki minat dan pengalaman terkait dengan industri ini. Anak-anak muda ini akan menjadi masa depan Pertamina NRE, dan peran mereka sangat penting dalam mewujudkan masa depan energi Indonesia yang bersih dan berkelanjutan,” lanjutnya.
Dannif menambahkan bahwa energi baru dan terbarukan adalah masa depan industri energi. Saat ini pengembangan sektor ini masih di tahap ignition atau permulaan. Ke depan peluang pengambangannya masih sangat luas. Peluang untuk penciptaan lapangan kerja baru sangat luas, dan peluang yang bagus pula bagi generasi muda untuk memperkaya dan meningkatkan pengalaman. Orang-orang yang berkecimpung di sektor ini akan menjadi talenta berpengalaman yang akan sangat dibutuhkan di masa depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News