Reporter: Fitri Nur Arifenie, Noverius Laoli | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Penggunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi selama kuartal I-2011 telah melampaui batas alokasi atau kuota yang ditetapkan pemerintah. Hal itu dipicu adanya peralihan dari masyarakat pengguna pertamax ke premium.
Menurut data Badan pelaksana Hilir Minyak dan Gas bumi (BPH) Migas, kuota konsumsi BBM bersubsidi sepanjang kuartal I-2011 hanya 9,1 juta kilo liter (kl). Namun, ternyata realisasinya membengkak hingga mencapai angka 9,6 juta kl.
"Realisasi konsumsi BBM bersubsidi tahun ini naik 6,6% dibanding konsumsi tahun lalu. Pada kuartal I tahun lalu, konsumsi BBM bersubsidi mencapai 9,08 juta kl," kata Kepala BPH Migas Tubagus Haryono, Selasa (12/4).
Secara lebih rinci, data BPH Migas menunjukkan, realisasi konsumsi BBM bersubsidi pada bulan Maret sebesar 3,4 juta kl. Konsumsi Maret itu lebih tinggi di banding Februari yang sebanyak 3 juta kl. "Waktu Maret terjadi panic buying, masyarakat banyak melakukan penimbunan. Selain itu, juga adanya kenaikan jumlah kendaraan bermotor yang cukup signifikan," ujar Tubagus.
Khusus di bulan Maret 2011, realisasi konsumsi premium sebesar 2,07 juta kl. Jumlah tersebut naik 2,68% dibanding Februari yang sebesar 1,8 juta kl. Sedangkan konsumsi solar bulan Maret mencapai 1,18 juta kl, juga naik dibanding bulan Februari yang sebesar 1,02 juta kl. Begitu juga dengan konsumsi kerosin atau minyak tanah di bulan Maret yang naik menjadi 163.000 kl dari bulan Februari sebesar 149.970 kl.
Konsumsi BBM bersubsidi yang melebihi kuota tersebut memang tidak terjadi di semua provinsi. Anggota BPH Migas Ibrahim Hasyim mengatakan, dari 33 wilayah di Indonesia, realisasi konsumsi premium yang melebihi kuota terjadi di 24 wilayah. Sementara untuk konsumsi solar, yang melewati kuota terjadi di 19 provinsi.
Ketua Umum Himpunan Wiraswasta Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Eri Purnomohadi mengatakan, untuk menghemat penggunaan BBM bersubsidi yang telah dipatok dengan kuota memang memerlukan kerjasama dengan masyarakat.
Selain itu, menurutnya, pengawasan BBM bersubsidi perlu melibatkan aparat kepolisian. Sebab, tingginya disparitas harga BBM subsidi dan non-subsidi belakangan ini memicu terjadinya penyalahgunaan BBM.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News