Reporter: Agustinus Beo Da Costa | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Mulai kemarin (16/9), pemerintah resmi menggelar tender 18 blok minyak dan gas bumi (migas). Sebagian besar blok tersebut berada di Indonesia bagian Timur yang dikenal sulit dan membutuhkan dana besar dalam eksplorasi. Alhasil, para kontraktor migas tidak berminat dengan tawaran tender tersebut.
Dari 18 blok migas yang ditawarkan tersebut, ada sekitar 12 blok ada di bagian timur Indonesia yang sebagian besar terletak di lepas pantai (offshore). Pengamat Migas Nasional John Karamoy mengatakan, dari pengalamannya, penawaran blok migas oleh Ditjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) belakangan ini sepi peminat.
Penyebabnya, kata John, data yang dimiliki Ditjen Migas Kementerian ESDM soal data geologis atau data-data awal terkait blok-blok tersebut sangat minim. "Jadi, kondisi geologis di blok-blok tersebut seringkali tidak diketahui investor," ungkap dia.
Hal inilah, kata John, yang membuat investor ragu-ragu dalam berinvestasi di blok-blok tersebut. "Kalau di Indonesia bagian Timur memang datanya sangat minim. Agak berbeda dengan yang di Indonesia bagian Barat yang sudah sering ada eksplorasi. Perusahan yang gagal eksplorasi atau meninggalkan sebuah blok biasanya sudah memiliki data awal," ungkap John kepada KONTAN, Senin (16/9).
Padahal, kata John, kepercayaan investor akan potensi suatu blok migas sangat ditentukan oleh data awal. Dari data tersebut, investor melakukan penilaian. Selain itu juga, "Kurang menarik karena syarat-syarat dalam production sharing contract atau kontrak kerja sama seperti besaran bagi hasil alias split, pajak dan lain-lain, kurang memuasakan," katanya.
Tidak menarik
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Susilo Siswoutomo mengakui bahwa data geologis awal untuk banyak blok migas, terutama di Indonesia bagian Timur sangat minim. "Betul itu, memang data sangat minim," ungkapnya.
Petinggi salah satu perusahaan migas nasional yang enggan disebut namanya mengungkapkan, saat ini, pihaknya tidak tertarik untuk menambah lapangan eksplorasi lantaran pelbagai kendala dalam bisnis migas. "Untuk eksplorasi dengan kondisi sekarang ini masih belum menarik," terangnya.
Kata sumber itu, untuk melakukan eksplorasi dibutuhkan investasi besar dan memakan waktu panjang. Apalagi, lanjutnya, investor akan berpikir ulang karena sistem birokrasi masih ruwet, sistem perizinan yang panjang, perpajakan yang memberatkan, dan sistem bagi hasil yang kurang menarik. "Belum lagi kepastian hukum belum dijamin, karena pihak yang tanda tangan kontrak (SKK migas) saat ini belum ditetapkan oleh revisi undang-undang yang baru," tambahnya.
Kristanto Hartadi, Head Department of Media Relations Total EP bilang, untuk saat ini, Total EP belum berminat menambah aset blok migas. Sebab, Total EP sedang fokus pada 14 blok eksplorasi yang sudah ada. Sebagai contoh, "Tahun depan, kita akan melakukan pengeboran eksplorasi di blok Mentawai," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News