Reporter: Sabrina Rhamadanty | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Usai merevisi Undang-undang (UU) Mineral dan Batubara (Minerba) dan melahirkan UU Nomor 2 Tahun 2025 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pada 18 Februari 2025, kini pemerintah meresmikan peraturan turunan dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP).
PP tersebut adalah PP Nomor 39 Tahun 2025 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang ditandatangani langsung oleh Presiden Prabowo Subianto.
Salah satu poin menarik adalah terbukanya opsi pemberian tambang kepada kelompok yang mendapatkan prioritas ini mencakup: Koperasi, Badan Usaha kecil dan Menengah, atau Badan Usaha yang dimiliki oleh Organisasi Kemasyarakatan keagamaan di luar Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan (PKP2B) Batubara.
Adapun terkait pemberian tambang untuk komoditas nikel, Dewan Penasihat Pertambangan Asosiasi Penambang Nikel Indonesia (APNI), Djoko Widajatno mengatakan bahwa perlu adanya pendampingan teknis dan pembiayaan dari Kementerian terkait, dalam hal ini Kementerian ESDM.
Baca Juga: Kementerian ESDM Merevisi Aturan RKAB Minerba, Persetujuan Kini Berlaku Satu Tahun
"Perlu dibentuk mining incubator program atau funding facility yang dikawal ESDM dan asosiasi industri, agar koperasi atau UKM bisa naik kelas jadi operator riil," ungkap Djoko saat dihubungi Kontan, Rabu (08/09/2025).
Djoko juga menjelaskan, bahwa skema kemitraan wajib misalnya koperasi diberi hak atas lahan, tapi wajib bermitra dengan perusahaan berizin yang memiliki standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja Lingkungan (K3L), Inisiative for Responsible Mining Assurance (IRMA), dan digital compliance tambang atau penerapan teknologi digital untuk memastikan kepatuhan dalam proses pertambangan.
"Dan tahapan bertahap sebaiknya izin besar seperti 25.000 hektare (ha) tidak langsung dikucurkan sekaligus, tapi progressive allocation," katanya.
Meski begitu, APNI menyatakan dukungan atas perluasan ini, asal disertai mekanisme kemitraan wajib dengan industri yang sudah punya beberapa hal di bawah:
- Standar lingkungan dan keselamatan, yang dibuktikan menjalankan praktek pertambangan yang baik,
- Kapasitas penyerapan produksi (offtaker),
- Adanya sistem digital kepatuhan,
"Dengan begitu, kebijakan ini bisa menjadi sumber pasokan berkelanjutan bagi smelter nasional, bukan sekadar politik redistribusi izin," ungkapnya.
“PP 39 membuka peluang baru bagi partisipasi lokal di sektor mineral, bukan hanya batubara. Bagi industri nikel, ini bisa menjadi momentum untuk memperluas basis pasokan nasional—asalkan disertai tata kelola dan kemitraan yang disiplin," tambahnya.
Selanjutnya: Pasar Aset Negara Berkembang Diprediksi Menghijau Tahun Ini
Menarik Dibaca: Urutan Zodiak yang Paling Keras Kepala, Taurus Memimpin di Posisi Pertama
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News