Sumber: Antara | Editor: Yudho Winarto
SURABAYA. Asosiasi Petani Kopi Indonesia (Apeki) Jatim mengatakan bahwa kopi arabika masih menjadi unggulan Indonesia di pasar global dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
"Untuk pasar global, kopi arabika masih menjadi unggulan Indonesia karena lahan serta hasil produktivitas di Indonesia, khususnya Jatim masih luas dan terus meningkat," kata Ketua Apeki Jatim Bambang Sriono ketika dikonfirmasi Antara di Surabaya, Senin (28/12).
Ia mengatakan Kabupaten Bondowoso masih menjadi sentral kopi arabika di Jatim yang ditanam di lereng Kawah Gunung Ijen dan Gunung Raung hingga mampu menembus pasar ekspor di beberapa negara Eropa seperti Swiss dan Belanda.
"Jumlah kopi arabika yang telah diekspor di kawasan Bondowoso saja bisa mencapai 440 ton Horn Skin (HS) atau kulit tanduk atau jika dikonversi menjadi OC (green bean) mencapai 240 ton, belum di wilayah lainnya," ujarnya.
Saat ini, tambahnya, luas lahan kopi arabika yang dikelola rakyat di kawasan lereng Gunung Ijen dan Gunung Raung di Bondowoso mencapai tujuh ribu hektare yang tersebar di beberapa kecamatan, seperti Sumber Wringin, Sempol, Botolinggo, Cermee, maupun Maesan.
"Untuk pengembangan hasil produktivitas kopi arabika di Jatim yaitu di kawasan Pasuruan, Probolinggo, dan Lumajang. Bahkan di Pasuruan sudah ada Kopi Khas Kabupaten Pasuruan (Kapiten) yang dikenalkan oleh pemkab Pasuruan," tuturnya.
Menurut dia Indonesia akan menjadi penguasa kopi di pasar global, karena saingan Indonesia hanya dari negara Vietnam, namun di Vietnam hanya bisa memasarkan kopi jenis robusta yang masih kalah dengan produk dalam negeri.
"Menurut saya petani kopi tidak perlu resah dengan adanya MEA, karena persaingan produk kopi di pasar global hanya dari Vietnam saja, itu pun mereka hanya bisa menghasilkan kopi jenis robusta," jelasnya.
Lebih lanjut dia mengungkapkan dengan adanya MEA, maka ekspor kopi Jatim akan semakin meningkat, terlihat dari ekspor kopi Jatim pada 2014 mencapai 73.000 ton dengan nilai 195 juta dolar AS atau naik dibandingkan 2013 yang mencapai 68.000 ton dengan nilai 156 juta dolar AS.
"Untuk produktivitas, kami memang terus meningkat. Pada MEA mendatang, saya memfokuskan pada tenaga kerja yang harus memiliki keahlian karena sumber daya manusia Indonesia dinilai masih kalah dengan negara lainnya," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News