kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Korsel Ingin Budidaya Ganggang Buat Etanol


Kamis, 18 September 2008 / 21:02 WIB
ILUSTRASI. TAJUK - Hasbi Maulana


Reporter: Nurmayanti | Editor: Test Test

JAKARTA. Ketersediaan sumber daya laut yang besar menjadikan Indonesia sebagai basis pengembangan bahan bakar nabati (biofuel). Tengok saja, kini giliran perusahaan Korea Selatan (Korsel), Pegasus International Resources yang ingin mengembangkan budidaya ganggang merah sebagai bahan baku biofuel jenis etanol. Pegasus siap menanamkan modal sekitar Rp 15 miliar untuk merealisasikan rencananya itu.

Namun, sebagai langkah awal, Pegasus meminta komitmen Indonesia untuk menyiapkan lahan budidaya seluas 500 hektar (ha). Perhitungan investasi Rp 15 miliar muncul dari asumsi bahwa tiap sehektar lahan membutuhkan dana Rp 30 juta.

Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) sudah menyanggupi permintaan lahan seluas 500 hektar itu. Pemerintah menyiapkan beberapa lokasi antara lain di Nusa Tenggara Timur (NTT) atau Nusa Tenggara Barat (NTB). "Mereka sudah puas dari hasil panen empat kali dalam dua bulan. Karena itu, mereka ingin segera merealisasikan investasinya," kata Direktur Jenderal Budidaya DKP Made L. Nurjana kepada KONTAN, Kamis (18/9).

Made menjelaskan, ganggang merah adalah jenis tanaman laut yang endapannya bisa diolah menjadi etanol. Bahkan, ampas ganggang merah juga dapat menjadi bahan baku bubur kertas (pulp).

Sedangkan Balai Benih Tablolong di Tablobong NTT saat ini sudah menjadi proyek percontohan pengembangan ganggang merah tersebut. Tempat pembibitan ganggang merah ini sendiri sudah berpindah tiga kali, mulai dari Nusa Lembongan Bali, Grubuk, Lombok, NTB. Terakhir di NTT. "Budidaya ganggang merah membutuhkan perairan berarus kuat, seperti di Lombok atau NTT," kata Made.

Menurutnya, paling cepat investasi Pegasus mulai berjalan penuh tahun depan. Bahkan,  mereka siap meningkatkan nilai investasi menjadi 2.000 hektare, jika proyek awal ini berhasil.

Konsultan Penelitian dari Universitas Sam Ratulangi, Manado, Grevo Gerung mengatakan, kondisi suhu Indonesia yang hangat menjadi lokasi strategis pertumbuhan ganggang merah. Buktinya, setelah gagal dalam ujicoba di negara lain seperti Vietnam, Meksiko, dan Maroko, Korsel menjatuhkan pilihan ke Indonesia.

Menurut Grevo, ini adalah investasi budidaya biofuel berbahan baku ganggang merah pertama di dunia. "Panen akan berlangsung setiap 70 hari sekali. Satu hektar lahan bisa menghasilkan 3-5 ton ganggang merah," ujarnya.

Ganggang merah akan diangkut ke Korsel. Sebab, pabrik pengolahan ganggang merah baru ada di negeri itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×