Reporter: Barly Haliem | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - SANGATTA. Salah satu perusahaan batubara terbesar di Indonesia, PT Kaltim Prima Coal (KPC), membidik produksi batubara sebesar 53 juta ton di tahun ini. Angka tersebut naik sekitar 8,2% dari produksi tahun 2022.
“Target produksi ini sesuai dengan Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) tahun 2023,” ungkap Kris Pranoto, pejabat sementara Kepala Teknik Tambang KPC, di Sangatta, Selasa (14/2).
Poltak Sinaga, General Manager Coal Processing and Handling KPC menambahkan, anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI) ini berharap mampu menjual 55 juta ton batubara meski target produksinya 53 juta,. Tambahan volume penjualan dipenuhi dari stok batubara yang tersedia.
”Tahun lalu KPC memproduksi sekitar 50 juta ton, dengan penjualannya 51 juta ton,” kata Poltak.
Baca Juga: Pemerintah Targetkan Ekspor Batubara 457,3 Juta Ton di Tahun 2023
Selama ini mayoritas batubara KPC dijual ke pasar ekspor. Sepanjang tahun lalu, misalnya, KPC mengirimkan sekitar 29% batubaranya ke China, 15% ke India, sebanyak 8,5% ke Jepang, Taiwan mengambil porsi 5,8% dan 10,4% lagi ke sejumlah negara lain. Adapun porsi penjualan batubara ke pasar lokal sebesar 31,2% dari total penjualan KPC.
Krisis energi di Eropa akibat terhentinya pasokan gas dari Rusia, sebenarnya memberi peluang pasar bagi KPC. Apalagi permintaan batubara dari kawasan ini juga sedang meningkat.
Toh, manajemen KPC menyatakan belum tertarik untuk menggarap lebih serius pasar batubara Eropa. “Permintaan sebenarnya ada, tapi biaya pengiriman ke sana sangat mahal, sehingga kami fokus di pasar kawasan Asia Pasifik,” kata Kris.
Sebagai gambaran, KPC meraih perpanjangan 10 tahun masa konsesi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) seluas 61.543 hektare (ha) dan akan berakhir tahun 2031. Area pertambangan tersebut memiliki total potensi batubara sebanyak 3,67 miliar ton, dengan total cadangan batubara yang sudah terbukti sebesar 784 juta ton.
Penopang utama produksi BUMI
Kendati KPC bakal memacu produksi batubara, manajemen BUMI cenderung konservatif memasang target produksi tahun 2023. Vice President Investor Relations and Chief Economist BUMI Achmad Reza Widjaja mengungkapkan, tahun ini BUMI membidik produksi di kisaran 80 juta ton atau lebih rendah dari target awal produksi tahun lalu yang sebesar 85 juta-90 juta ton.
BUMI mengandalkan produksi batubara KPC dan PT Arutmin Indonesia untuk menyokong target tersebut. “Biasanya KPC berkontribusi antara 65%-70% terhadap total produksi BUMI, selebihnya dari Arutmin,” kata Reza.
Namun demikian, realisasi produksi batubara tergantung pada sejumlah faktor. Salah satunya adalah cuaca. “Operasi pertambangan akan terganggu jika curah hujan tinggi sehingga bisa menurunkan produksi,” kata dia.
Manajemen BUMI berharap harga batubara di pasar global yang relatif masih tinggi bakal membuat kinerja tahun ini tetap tumbuh positif meski target produksi batubara lebih rendah. Reza menambahkan, tahun lalu rata-rata harga jual batubara BUMI sebesar US$ 130 per ton, melesat tinggi dari rata-rata harga jual tahun sebelumnya yang di bawah US$ 100 per ton.
Tahun ini harga batubara diperkirakan cenderung stagnan. Selain permintaan yang belum sepenuhnya pulih, tensi geopolitik yang masih panas akibat perang Rusia-Ukraina turut mengerem harga batubara.
Alhasil, harga jual batubara di pasar global tidak akan lebih baik dari harga tahun lalu. “Namun masih okelah karena bagi kami kemungkinan masih di atas US$ 100 per ton,” kata dia.
Memang, rata-rata harga jual batubara Grup Bumi di bawah harga jual pasar global. Menurut Reza, hal tersebut akibat perbedaan kadar batubara yang dijadikan acuan harga.
Maklum, harga acuan batubara pasar global menggunakan batubara dengan kadar 6.200 kcal per kg gross as received (GAR).
Sementara batubara yang dijual BUMI, kata Reza, berkadar 4.000-an kcal per kg GAR.
Peluang bagi dividen
Secara umum pula manajemen BUMI berkeyakinan tahun ini mampu mencetak laba, sekaligus melanjutkan kinerja positif tahun lalu. Namun, Reza masih merahasiakan hasilnya.
Merujuk pada laporan keuangan kuartal III-2022, BUMI membukukan pendapatan senilai US$ 1,39 miliar. Nilai tersebut melesat 109,3% dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang sebesar US$ 666,18 juta.
BUMI pun mencatatkan laba bersih US$ 365,49 juta. Angka ini melejit 473,76% dari torehan laba bersih BUMI di periode yang sama tahun lalu yang sebesar US$ 63,70 juta.
Reza menyatakan, BUMI berpeluang melanjutkan kinerja positif pada tahun ini seiring dengan prospek bisnis batubara yang masih cerah serta berkurangnya beban utang. Oleh karena itu, peluang untuk membagikan dividen pun semakin terbuka.
Namun masih ada syarat lain yang harus dipenuhi BUMI agar bisa membagikan dividen, yakni posisi ekuitasnya sudah positif. Maklum, per kuartal III-2022, BUMI masih mencatatkan ekuitas negatif sebesar Rp 2,03 triliun.
“Pembagian dividen tentu saja menjadi concern pemegang saham yang juga harus menjadi perhatian manajemen. Kita lihat saja nanti hasil kinerja BUMI yang akan kami umumkan Maret,” tandas Reza.
Baca Juga: Hilirisasi Batubara, Anak Usaha Bumi Resources (BUMI) Mulai Konstruksi Proyek di 2024
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News